-->

Profil Hamba Tuhan

Foto saya
Jakarta, Indonesia
Seorang Hamba Tuhan yang memiliki kerinduan untuk dapat memberkati banyak orang melalui Pastoral Konseling, dengan berbagai hal dan cara, salah satunya adalah melalui fasilitas dunia maya (Internet). Riwayat Pendidikan Teologi: - Sarjana Theology (S. Th) jurusan teologi, 1999. - Master of Art (M. A) jurusan Christian Ministry, 2002. - Master of theology (M. Th)Thn 2010. - Doctor of Ministry (D. Min)Thn 2009. God Bless You All.

Pendahuluan

Shallom, selamat datang di blog saya Pdt. Denny Harseno, M. A., D. Min. Saudara, saya senang sekali jika dapat memberkati saudara sekalian melalui setiap tulisan-tulisan dan artikel-artikel yang ada pada blog ini. Jika saudara ingin membaca setiap tulisan-tulisan dan artikel-artikel terdahulu yang ada pada blog ini, saudara cukup memilih label daftar isi blog atau dengan memilih pada arsip blog yang ada di samping kiri blog ini, dan silahkan mengisi buku tamu blog saya dibawahnya, agar saya dapat mengetahui siapa saja yang telah berkunjung diblog saya. Terima kasih atas perhatiannya, Tuhan Yesus Kristus memberkati.

15 Juli 2009

Kehidupan Kristen Yang Nyata III

2) Masalah yang kedua adalah masalah kebenaran orang benar itu sendiri. Apakah Habakuk percaya kepada Allah? Ya! Tetapi mengapa hidupnya masih begitu penuh kebingungan? Karena orang benar ini belum hidup berdasarkan percayanya yang sejati, tetapi masih berdasarkan egoisnya sendiri. Ia beriman pada imannya sendiri dan yang ia percayai adalah dirinya sendiri. Pada hari ini banyak orang Kristen yang mungkin berformat sama seperti Habakuk, yaitu lebih percaya pada diri sendiri daripada percaya pada Kristus.


Di dalam gerakan dunia kita, banyak orang Kristen yang gagal untuk mengenal iman secara tepat dan Habakuk tidak terkecuali. Habakuk tidak dapat rela kalau Tuhan membangkitkan orang Kasdim untuk menghantam orang Israel. Saat itu ia ragu dan bertanya "Bukankah Engkau, ya Tuhan, dari dahulu Allahku, Yang Mahakudus? Tidak akan mati kami." Sekarang giliran Tuhan bertanya, "Kalau engkau percaya kepada-Ku, mengapa engkau bertanya seperti itu dan bukankah seharusnya engkau taat mutlak kepadaKu?" Pergumulan Habakuk mengalami krisis karena terjadi pertentangan antara egoisme pribadi, keinginan manusia duniawi, dengan istilah beriman kepada Tuhan.


Berapa banyak orang Kristen yang hari ini hidupnya seperti ini? Percaya Tuhan? Percaya! Apakah di dalam bisnis juga percaya kepada Tuhan? Ia akan mulai ragu-ragu. Beriman hanya dianggap sebagai suatu slogan. Banyak orang Kristen yang mau percaya Tuhan sejauh Tuhan menolong. Kalau Tuhan menguntungkan saya, saya mau. Kalau Tuhan merugikan saya, saya tidak mau percaya. Saya bertanya-tanya, kalau Tuhan mengatur apa yang buruk bagi saya, bisakah kita menerimanya? Apakah artinya saya percaya kepada Tuhan? Apa artinya saya menggarap pekerjaan Tuhan? Apa artinya saya orang benar yang hidup oleh percaya saya bukan hidup berdasarkan percaya saya?


Di dalam pergumulan saya memilih di antara dua hal, ada pertanyaan yang saya ajukan pada diri saya sendiri. Mana yang lebih menguntungkan bagi kerajaan Tuhan? Nama Tuhan yang dipermuliakan atau keuntungan pribadi saya lebih besar? Ini pertanyaan yang harus kita pergumulkan. Sampai disini Habakuk sadar apa artinya hidup oleh iman. Dia akhirnya sanggup berkata: "Sekalipun pohon ara tidak berbunga, pohon anggur tidak berbuah,…namun aku akan bersorak-sorak di dalam Tuhan, beria-ria di dalam Allah yang menyelamatkan aku." (Hab 3:17-18). Ini merupakan konklusi surat Habakuk. Hidup oleh iman! Bukan teori oleh iman, namun merupakan satu kehidupan yang termanifestasi di dalam kenyataan. Banyak pergumulan yang tidak dapat kita selesaikan, karena sebenarnya kita tidak hidup berdasarkan iman. Kita penuh dengan pertanyaan, kekecewaan, kemarahan, karena Tuhan tidak bertindak seperti yang kita mau. Akibatnya kita tidak dapat hidup tenang lagi. Hidup oleh iman bukan ditafsirkan secara pasif. Bukan berarti kita tidak perlu berusaha apa-apa, tunggu Tuhan menyuruh apa. Itu berarti kita hidup seperti mekanik, yang baru jalan setelah Tuhan menekan tombol-tombol tertentu. Tuhan mengajar kita untuk berinisiatif, berjalan, tetapi berada di bawah kedaulatan dan pimpinan Tuhan. Itulah berarti hidup dan bukan mati. Kita hidup dan menjadi orang benar.

2. Hidup Berpaut pada Allah
Sejak Perjanjian Lama, Tuhan menempatkan umat Tuhan diantara bangsa-bangsa lain yang lebih kuat. Tatkala mereka hidup tidak benar dihadapan Tuhan, maka Tuhan memakai bangsa-bangsa lain yang memang mau menyerang mereka untuk menghajar dan memperingatkan mereka dan hal seperti ini terjadi terus-menerus di dalam PL. Sedang di dalam PB, Alkitab mengatakan, orang-orang yang percaya kepada Tuhan akan menderita aniaya karena Tuhan tidak pernah menjanjikan, jika kita percaya kepada Tuhan maka kita akan mendapat hidup yang lancar dan enak. Masalahnya, seberapa jauh kita sudah menderita bagi Tuhan. Pada waktu kita mau hidup benar dan menjalankan perintah-perintahNya, itu adalah suatu hal yang tidak mudah bahkan mungkin kita akan menderita. Tuhan pernah berkata kepada murid-muridNya, "Aku mengutus kamu seperti domba ke tengah-tengah serigala.." Tetapi di lain sisi, Tuhan menjanjikan kekuatan dan kemenangan dan mengingatkan kita agar tidak takut kepada orang yang bisa membunuh tubuh tapi tidak dapat membinasakan jiwa, Namun kita harus takut kepada Tuhan yg bisa membunuh tubuh dan jiwa kita. Di dalam PB, rasul Petrus dan Yohanes pernah dilarang untuk menyampaikan firman Tuhan, tetapi mereka berkata, "Kita harus lebih taat kepada Allah daripada kepada manusia:" dan hal itu mereka buktikan bukan dengan terpaksa. Sehingga saat kita melihat dalam Kisah Para Rasul 5, bagian terakhir setelah dipukul dan dianiaya, mereka keluar dengan sukacita karena mereka dianggap layak menderita bagi Kristus.


Penderitaan apapun yang terjadi itu adalah anugerah Allah yang membuat kita lebih kuat untuk dipakai melayani Tuhan. Paulus dalam Fil 3:10 mengatakan, "Yang kukehendaki ialah mengenal Dia dan kuasa kebangkitanNya dan persekutuan dalam penderitaanNya, dimana aku menjadi serupa dengan Dia dalam kematiannya." Di dalam bagian lain Paulus mengatakan, "Aku menggenapi apa yang kurang pada penderitaan tubuh Kristus." Kita masing-masing diberi anugerah untuk mengambil bagian ini. Itu sebabnya di dalam keadaan bagaimanapun kita harus memilih lebih takut kepada Allah daripada kepada manusia. Ini prinsip! Jika kita tidak mempunyai sikap yang takut kepada Allah, kita tidak akan memberitakan Injil apalagi ditengah ancaman dan larangan. Kita harus lebih takut kepada Tuhan daripada kepada manusia. Setelah bangsa Israel diingatkan akan pimpinan Tuhan, mereka diingatkan akan sejarah hidup mereka dimana seharusnya mereka lebih takut akan Tuhan.


Takut akan Tuhan dalam bahasa aslinya mengandung beberapa arti. Salah satunya adalah takut secara emosi, juga bukan takut kepada Allah sebagai antisipasi intelektual karena khawatir tapi belum terjadi. Namun takut yang dimaksud oleh Yosua dalam kitab Ulangan ini bukan takut yang demikian dan jika kita melihat dari konteksnya, saya lebih suka mengartikan ‘hormat’ dan ‘bangga.’ Jadi pengertian takut disini lebih mengarah bangga, hormat, kagum dan terpesona kepada Allah. Pertama, jika kita mempunyai sikap hormat, maka pasti memiliki sikap yang lain ketika menjalankan apapun di dalam hidup. Kita tahu dia hadir menyaksikan hidup kita dan kita harus bertanggungjawab dihadapan Dia. Jika saudara hormat kepada seseorang maka ketika dia datang kita mempunyai sikap yang berbeda. Itu sebabnya jika kita sungguh hormat akan Allah di dalam hidup kita maka hidup kita akan berbeda di dalam ibadah dan di dalam pelayanan kita akan sungguh-sungguh mempersiapkan diri.


0 komentar:

Posting Komentar