-->

Profil Hamba Tuhan

Foto saya
Jakarta, Indonesia
Seorang Hamba Tuhan yang memiliki kerinduan untuk dapat memberkati banyak orang melalui Pastoral Konseling, dengan berbagai hal dan cara, salah satunya adalah melalui fasilitas dunia maya (Internet). Riwayat Pendidikan Teologi: - Sarjana Theology (S. Th) jurusan teologi, 1999. - Master of Art (M. A) jurusan Christian Ministry, 2002. - Master of theology (M. Th)Thn 2010. - Doctor of Ministry (D. Min)Thn 2009. God Bless You All.

Pendahuluan

Shallom, selamat datang di blog saya Pdt. Denny Harseno, M. A., D. Min. Saudara, saya senang sekali jika dapat memberkati saudara sekalian melalui setiap tulisan-tulisan dan artikel-artikel yang ada pada blog ini. Jika saudara ingin membaca setiap tulisan-tulisan dan artikel-artikel terdahulu yang ada pada blog ini, saudara cukup memilih label daftar isi blog atau dengan memilih pada arsip blog yang ada di samping kiri blog ini, dan silahkan mengisi buku tamu blog saya dibawahnya, agar saya dapat mengetahui siapa saja yang telah berkunjung diblog saya. Terima kasih atas perhatiannya, Tuhan Yesus Kristus memberkati.

15 Juli 2009

Kehidupan Kristen Yang Nyata II


Manusia masih belum sempurna. Di dalam perjalanan hidup kita masih bisa jatuh dalam dosa. Namun ini langsung membuat kita gentar ketika kita berhadapan dengan kebenaran Allah. Ini menjadi reaksi dari semua tokoh-tokoh di Alkitab. Abraham, Yesaya, Paulus dan Petrus gemetar (trembling) berhadapan dengan kesucian Allah. Sikap ini juga seharusnya muncul dalam diri orang-orang yang bertobat sejati. Ini merupakan gambaran kesucian Allah yang hadir ditengah-tengah kebobrokan dan kebejatan manusia. Ini juga yang menjadikan Paulus sadar berapa besar anugerah yang dia terima. Tuhan tidak bisa dipermainkan. Semua manusia akan berhadapan dengan pengadilan Allah. Allah adalah kasih. Benar. Tapi Allah juga adil. Itu berarti kasih Allah tidak boleh dipisahkan dari keadilan Allah. Kedua hal ini harus diharmoniskan. Kasih harus adil. Adil harus dengan kasih. Ada murka tapi juga ada pengampunan. Baru kita bsia mengerti bagaimana menjalankan kehidupan semacam ini secara tepat. Orang Kristen seharusnya tahu siapa kita sebelumnya dan bagaimana kita yang seharusnya. Lalu bagaimana kita memproses yang dahulu menuju yang seharusnya. Inilah iman yang sejati. Hari ini biarlah kita semua tahu siapa diri kita. Kita tahu bagaimana kita hidup. Dan berkata seperti Paulus berkata, "Kami dahulu sebenarnya juga semua termasuk seperti mereka. Orang-orang yang hidup di bawah hawa nafsu daging, menuruti kehendak daging dan pikiran kami yang jahat. Pada dasarnya kami adalah orang-orang yang patut dimurkai sama seperti mereka yang lain (Ef 2:3)." Tetapi karena anugerah Kristus sekarang boleh keluar dan berada di dalam anugerah, hidup di bawah kebenaran Tuhan dan diproses di dalam kebenaran. Biarlah ini menjadi sharing kehidupan kita yang boleh membangkitkan banyak orang lain melihat kebenaran Kristus sehingga kita dipakai oleh Tuhan untuk menjadi saluran berita Injil kepada orang lain.


Setelah kita melihatn dan membaca pemaparan Paulus yang begitu luar biasa mengenai kondisi manusia, dimana manusia telah jatuh dalam dosa dan manusia telah kehilangan kemuliaan Allah, namun Allah dengan kasih-Nya memberikan anugerah keselamatan kepada manusia, maka sebagai manusia apa yang harus dilakukan secara nyata dalam kehidupan keKristenan yang baru?


1. Hidup oleh Iman
Sekarang kita akan belajar dari seorang nabi yang luar biasa dalam Perjanjian Lama. Mungkin namanya tidak setenar nabi-nabi lain, namun apa yang disampaikankannya sungguh-sungguh luar biasa. Nabi yang saya maksud adalah Habakuk. Dalam Habakuk 2:4, dikatakan: "Orang yang benar akan hidup oleh karena percayanya." Inilah prinsip utama kehidupan yang dimunculkan dalam Perjanjian Lama. Prinsip inilah yang kemudian juga digunakan oleh Paulus: "Sebab aku mempunyai keyakinan yang kokoh dalam Injil, karena Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang yang percaya, pertama-tama orang Yahudi, tetapi juga orang Yunani. Sebab di dalamnya nyata kebenaran Allah, yang bertolak dari iman dan memimpin kepada iman, seperti ada tertulis: ‘Orang benar akan hidup oleh iman" (Rm 1:17). "Dan bahwa tidak ada orang yang dibenarkan di hadapan Allah karena melakukan hukum Taurat adalah jelas, karena: ‘Orang yang benar akan hidup oleh iman" (Gal 3:11). Ini menjadi titik tolak keluarnya Habakuk dari kesulitannya. Kalimat ini indah dimana Tuhan tidak mengatakan: "Orang itu akan hidup oleh percayanya." Tetapi Tuhan berkata "Orang yang benar itu akan hidup oleh percayanya." Ini berarti di dalamnya ada persoalan yang harus dibuka lagi. Mengapa? Karena Tuhan tahu bahwa Habakuk bukan tidak mempunyai kepercayaan. Setiap orang tidak mungkin tidak mempunyai kepercayaan. Yang menjadi persoalan adalah kepercayaan macam apa yang kita punyai. Setiap kita harus mempunyai dasar kepercayaan. Tetapi, kepercayaan itu belum tentu kepercayaan orang benar. Jadi ada dua masalah: orang benar dan iman yang dipegang oleh orang benar.


1) Apakah orang hidup harus membangun basis iman? Rene Descartes mengatakan bahwa kita harus maju dan untuk maju kita harus meragukan segala sesuatu. Hanya dengan meragukan kita dapat belajar. Kalau kita sudah memastikan maka kita tidak dapat belajar. Hal ini memang benar, tetapi kalau segala sesuatu kita ragukan, maka itu sudah menjadi skeptik dan hal ini tidak pernah dipikirkan olehnya. Sekarang, jika semua sudah diragukan, maka bolehkah diri sendiri juga turut diragukan? Oleh karena itu Rene Descartes berkata bahwa karena kita meragukan, maka itu membuktikan bahwa kita tidak perlu diragukan. Kalau saya dapat meragukan, maka saya pasti ada, karena kalau saya tidak ada maka bagaimana saya dapat meragukan. Pertanyaannya sekarang adalah "Mengapa diri saya tidak dapat diragukan?" Ia tidak dapat menjawab pertanyaan ini karena ia sudah memutlakkan konsep bahwa yang meragukan pasti ada.


Saya tidak mau lebih jauh membicarakan rasionalisme, tetapi saya ingin menyatakan satu hal, yaitu bahkan Rene Descartes dan filsuf-filsuf atesis pun sadar bahwa untuk membangun suatu keputusan, harus ada dasar yang tidak dapat diganggu-gugat. Dasar ini tidak pernah dibuktikan tetapi langsung dianggap mutlak ada. Hanya saja karena kita tidak mau menggunakan istilah iman, maka kita menggunakan istilah yang setara dengan iman: paradigma (hipotesis), presuposisi (pra-asumsi) yang merupakan istilah lain daripada iman.


Jadi, kita melihat bahwa hidup kita sebenarnya berdasarkan iman. Namun, iman seperti ini bukanlah iman Kristen. Masalahnya: "Apakah kepercayaan yang kita pegang itu benar atau salah?" Sehingga kalau saudara mempercayai sesuatu maka kepercayaan saudara adalah kepercayaan yang masih mengandung tanda tanya, betulkah yang saudara percaya itu adalah kebenaran sejati. Oleh sebab itu Alkitab berkata "Kembali kepada kebenaran, firman itulah kebenaran." Hidupku adalah hidup oleh iman karena hidupku adalah saya kembali kepada Injil yang di dalamnya kebenaran Allah. Inilah prinsip Roma 1:16,17.


Oleh sebab itu Tuhan mengajar Habakuk bahwa orang benar hidup oleh iman. Orang benar harus kembali kepada Benar supaya ia dapat benar. Saya harus memakai istilah ini karena bahasa Indonesia tidak mempunyai suka kata untuk menyebutkannya. Disini saya menggunakan tiga kata ‘benar’, namun di dalamnya saya menggunakan dua kata ‘benar’ yang berbeda. Bahasa Yunani mengenal aletheia (Truth) dan dikaeiosune (Rightheousness). Righteousness berarti kebenaran yang harus dibuktikan dan diproses berdasarkan keadilan, sedangkan Truth berarti kebenaran hakiki karena berasal dari dirinya kebenaran yang bersifat mewahyukan kebenaran. Ketika kita berkata bahwa firman adalah kebenaran, maka kebenaran itu adalah kebenaran hakiki (Truth). Namun jika dikatakan "Orang yang benar itu akan hidup oleh percayanya", maka yang dimaksudkan adalah righteousness, kebenaran yang harus diproses. Maka, ketika kita berkata "Saya orang benar" maka itu berarti saya righteous people, orang benar yang masih harus diuji kebenarannya.


Jadi, Apakah semua iman itu sama? Alkitab berkata tidak! Jika demikian, apakah yang dimaksudkan dengan iman yang sejati itu? Iman sejati adalah kembalinya iman kepada aletheia. Sebelum melangkah ke ayat 4, maka di ayat 3 Tuhan membuka bagaimana kita harus kembali dan percaya kepada firman, karena firman tidak pernah menipu. Inilah bedanya nubuat firman dengan ramalan orang-orang Kristen yang sok tahu. Saya heran sekali melihat begitu banyak orang yang sudah ditipu oleh berbagai macam nubuat, lalu nubuat itu tidak terjadi, tetapi orang yang menubuatkan masih dipercaya. Betapa bodohnya orang-orang semacam ini! Ramalan yang tidak terjadi itu membuktikan bahwa itu pasti dari setan. Kalau nubuat itu sungguh-sungguh dari firman, maka nubuat itu tidak mungkin batal dan tidak mungkin gagal, harus terjadi dan tidak mungkin salah.


Saya selalu mengajar agar kita jangan selalu bersandar kepada manusia. Saya menuntut setiap kita belajar firman. Tidak ada seorang pun berhak menjadi patokan kebenaran, tidak ada seorangpun yang lepas dari kesalahan. Setiap kita mempunyai cacat dan mungkin salah. Satu-satunya yang tidak mungkin salah adalah "Truth". Semua righteous bisa salah, karena righteous masih harus dibuktikan dan masih harus berjalan di dalam proses. Maka Alkitab berkata bahwa iman harus kembali kepada Aletheia. Iman sejati adalah iman dari kebenaran dan harus kembali kepada kebenaran. Mari kita melihat 1 Tim 1:12-13 "Aku bersyukur kepada Dia, yang menguatkan aku, yaitu Kristus Yesus, Tuhan kita, karena Ia menganggap aku setia dan mempercayakan pelayanan ini kepadaku – aku yang tadinya seorang penghujat, seorang penganiaya dan seorang ganas, tetapi aku telah dikasihani-Nya, karena semuanya itu telah kulakukan tanpa pengetahuan, yaitu di luar iman." Ini kalimat yang penting sekali! Apakah sebelum Paulus menjadi orang percaya, ia tidak mempunyai iman? Punya! Paulus adalah orang yang disunat pada hari kedelapan, dari bangsa Israel, suku Benyamin, orang Ibrani asli, orang Farisi, dan seorang penganiaya jemaat. (Flp 3:5-6). Tetapi Paulus melihat bahwa iman yang sejati adalah iman yang kembali kepada kebenaran. Tidak kembali pada kebenaran berarti tidak mengenal iman yang sejati dan berarti berada di luarnya iman. Banyak orang yang gagal untuk mengerti karena mereka mencoba untuk menyamakan yang tidak sama. Saya beberapa kali berbicara dengan orang yang berkata bahwa semua agama sama karena sama-sama mengajarkan kebaikan. Semua agama memang mau mencoba untuk mengajarkan kebaikan tetapi iman itu sendiri tidak sama. Janganlah kita menyamakan apa yang tidak sama. Orang yang benar kembali pada iman dan percaya yang sejati.



0 komentar:

Posting Komentar