Seorang Hamba Tuhan yang memiliki kerinduan untuk dapat memberkati banyak orang melalui Pastoral Konseling, dengan berbagai hal dan cara, salah satunya adalah melalui fasilitas dunia maya (Internet).
Riwayat Pendidikan Teologi:
- Sarjana Theology (S. Th) jurusan teologi, 1999.
- Master of Art (M. A) jurusan Christian Ministry, 2002.
- Master of theology (M. Th)Thn 2010.
- Doctor of Ministry (D. Min)Thn 2009. God Bless You All.
Shallom, selamat datang di blog sayaPdt. Denny Harseno, M. A., D. Min. Saudara, saya senang sekali jika dapat memberkati saudara sekalian melalui setiap tulisan-tulisan dan artikel-artikel yang ada pada blog ini. Jika saudara ingin membaca setiap tulisan-tulisan dan artikel-artikel terdahulu yang ada pada blog ini, saudara cukup memilih label daftar isi blog atau dengan memilih pada arsip blog yang ada di samping kiri blog ini, dan silahkan mengisi buku tamu blog saya dibawahnya, agar saya dapat mengetahui siapa saja yang telah berkunjung diblog saya. Terima kasih atas perhatiannya, Tuhan Yesus Kristus memberkati.
Kematian merupakan kondisi realita yang begitu mengerikan di tengah dunia karena kematian bukan berarti berhenti berproses melainkan merupakan proses menuju penghancuran. Proses kematian berjalan terus menuju destruksi melalui proses pembusukan, pengrusakan dan penghancuran sehingga ketika mati kita berada di bawah kuasa kematian yang mencengkeram dan menggeragoti tubuh kita. Kuasa kematian ini tidak memberikan pilihan kepada manusia. Dalam Ef 2:2, Paulus mengatakan, "Kamu hidup di dalamnya, …" Jadi disini mati bukan berhentinya suatu proses, melainkan kita tunduk di dalam kuasa kematian. Masalahnya, apa itu kematian? Ada yang berpikir bahwa kematian hanya satu putaran kematian. Tidak heran, akhirnya manusia kembali mengadopsi pikiran dari abad keenam yang mengajarkan bahwa kehidupan ini terus berputar. Sekarang hidup kemudian mati setelah itu hidup kembali lalu mati lagi demikian seterusnya. Ini yang disebut reinkarnasi. Mereka hanya berharap suatu hari kelak mereka akan keluar dari lingkaran ini. Tapi pandangan ini tidak mempunyai jawaban yang terlalu jelas berkenaan dengan when, where, dan why? Karena di dalam prinsip etika dari pandangan ini tidak memungkinkan penyelesaian seperti ini.
Disini Alkitab memiliki jawaban yang lebih tepat dan ini bukan didasarkan pada spekulasi pikiran manusia yang sudah jatuh dalam dosa untuk mengerti realita betapapun hebatnya pikiran manusia yang berdosa tidak mungkin mengerti apa yang namanya disebut "ought to (seharusnya seperti apa)." Pada waktu kita mengambil kesimpulan maka kesimpulan tersebut hanya berhenti di tengah realita dunia berdosa. Jika manusia tidak kembali kepada wahyu Tuhan maka tidak ada jalan keluar baginya, semua usaha manusia hanyalah spekulasi pikiran manusia yang sudah berdosa. Itu sebabnya, ketika Alkitab membukakan hal ini barulah manusia tahu keadaan yang sesungguhnya ‘seharusnya bagaimana.’
Paulus mengatakan, "Kamu dahulu sudah mati….," ini keadaan yang sangat mengerikan. Di dalam Ef 2:2-3 Paulus membuka satu realita lalu dia mensharingkan pengalaman pribadinya kemudian barulah dia menyimpulkan. Disini ada dua hal yang kita bisa pelajari pertama, manusia hidup dibawah dosa dan tidak bisa keluar dari dosa (ay 2). Kata yang dipakai dibagian Ef 2:2, ‘mengikuti jalan dunia’ seperti orang masuk di sebuah jalan yang tidak bisa lari kemana-mana dimana hal yang ingin digambarkan sesuatu yang aktif tapi pasif. Aktif tetapi tidak bisa tidak dia harus berada disitu, karena jalurnya hanya satu. Inilah yang dimaksud dengan "Kamu mentaati penguasa kerajaan angkasa, yaitu roh yang sekarang sedang bekerja di antara orang-orang durhaka." Orang durhaka disini lebih tepat diterjemahkan "Orang yang tidak percaya atau tidak mempunyai iman." Disini kelihatannya aktif, hidup dan bebas tetapi jalannya tidak bisa lari dari jalan yang menuju pada kematian. Makin manusia berusaha dan aktif makin dia terjerumus masuk dan hancur, inilah keadaan dunia kita. Kelihatannya memberi kebebasan itu justru kebebasan yang mencengkeram dan mematikan. Berbeda dengan Tuhan, di dalam memberikan pemberitaan dengan kalimat yang keras tetapi sesudah itu memerdekakan sedangkan setan bekerja dengan cara terbalik, depannya berisi rayuan tapi setelah masuk kita tidak bisa keluar (Yoh 8). Sayangnya banyak manusia yang lebih suka mendengar kata-kata yang manis dan indah tetapi berakhir dengan tangisan. Paulus mengatakan, "Kamu hidup di dalamnya." Kamu hidup di dalam jalur kematian. Maksudnya kamu tidak bisa keluar dari sana karena kamu mentaati penguasa kerajaan angkasa. Jika kita mengerti realita ini kita tahu apa yang dikerjakan oleh orang-orang berdosa di tengah dunia ini dan apa yang terjadi di dalam diri mereka. Mereka membutuhkan Injil dan harus mendengar berita pengampunan karena itulah cara satu-satunya yang bisa mengeluarkan mereka. Dosa bukan masalah hukum, tapi dosa adalah masalah hidup di dalam kuasa kematian.
Kedua, orang berdosa tidak kembali kepada Firman ini menunjukkan dia masih berada di bawah kuasa dosa. Dia tidak keluar dari natur dosanya yang sedang mencengkeram dan mematikan dia. Itu sebabnya pada saat orang mau bertobat maka kunci pertama yang harus diselesaikan adalah dia sadar dia orang berdosa. Kita sendiri perlu keluar dari jerat itu, bukan caranya kita untuk bermain-main dengan kuasa dosa. Jika kita mengatakan bahwa kita adalah orang Kristen tetapi kita masih berada di dalam cengkeraman dosa, kita harus mengevaluasi diri betulkah kita sudah benar-benar berada di dalam Kristus? Atau kita hanya menjadi orang Kristen yang kelihatannya Kristen tetapi sesungguhnya kita belum bertobat.
Setelah Paulus membuka konsep ini secara begitu jelas kepada jemaat Efesus kemudian pada ay 3, dia membuka sharing pribadi dengan mengatakan, "Sebenarnya dahulu kami semua juga terhitung di antara mereka, ketika kami hidup di dalam hawa nafsu daging dan menuruti kehendak daging dan pikiran kami yang jahat." Paulus ketika mengatakan ini bukan berarti dia orang yang rusak secara moral. Tidak! Paulus sebelumnya adalah orang yang kelihatannya sangat rohani. Dia seorang yang begitu brilyan dan menjadi seorang teolog yang berada di bawah bimbingan seorang guru besar Gamaliel. Sejak muda Paulus telah menduduki posisi yang penting yaitu menjadi orang Farisi yang dianggap menjadi golongan elite di tengah-tengah orang Israel. Di samping itu dia sangat memperjuangkan Taurat. Namun di ayat 3 ini Paulus mengatakan, "Kami sama seperti mereka yang lain (Ef 2:3)." Ketika manusia berada di bawah kuasa kematian dia bisa merasa diri begitu baik, berjasa, saleh, dan mempunyai pengaruh yang besar kepada masyarakat. Dia mungkin bangga hidup di dalam dunia. Tapi justru pada saat itu dia keluar dari jalur yang sejati, keluar dari essensi kehidupan yang sejati. Apa yang mereka lakukan sebenarnya mereka lakukan untuk mentaati penguasa kerajaan angkasa yang sedang menguasai mereka melalui hawa nafsu, keinginan daging dan pikirannya yang jahat. Biarlah ini juga menjadikan kita waspada karena mata kita hanya mampu melihat fenomena luar tanpa mengerti isi hati yang di dalam. Sebagai orang percaya yang dibutuhkan adalah seberapa jauh kita mentaati Tuhan atau kita mentaati penguasa kerajaan angkasa.
Satu prinsip yang harus kita ingat yaitu hidup dosa tidak selalu berpenampilan dosa. Ingat setan pun bisa berjubah malaekat. Bahkan yang lebih parah kita berdosa tapi kita tidak sadar kita sedang berdosa. Inilah yang dialami oleh Paulus. Ketika Paulus membunuh orang-orang percaya dia pikir dia sedang melakukan tindakan yang benar. Paulus pikir dia sedang bekerja giat untuk Tuhannya. Namun ketika Paulus bertobat dan kembali kepada Firman Kebenaran, dia mengatakan aku adalah orang yang berdosa. Seseorang yang sadar dia orang berdosa sadar dia perlu pertobatan, inilah yang memungkinkan dia bisa diperbaharui. Paulus mengalami ini maka dia men-sharingkan pertobatannya. Suatu kesaksian yang menceritakan bagaimana dia dulu hidup dibawah kuasa dosa dan mati dibawah kuasa dosa. Dan bagaimana Kristus menyelamatkan dia keluar dari lumpur dosa. Inilah kesaksian sejati.
Paulus menceritakan betapa fatalnya dosa. Di dalam ayat 3 mengatakan, "Sebenarnya dahulu kami semua juga terhitung di antara mereka, ketika kami hidup …. Pada dasarnya kami adalah orang–orang yang harus dimurkai sama seperti mereka yang lain." Konsep ini penting sekali, karena khotbah berkenaan dengan Allah yang murka sangat langka dikhotbahkan. Tetapi khotbah mengenai kasih Allah begitu banyak sekali. Alkitab justru membukakan banyak Firman berkenaan dengan keadilan dan murka Allah. Misalnya Roma 1:18, "Sebab murka Allah nyata dari sorga atas segala kefasikan dan kelaliman manusia, …," kalimat ini seharusnya menjadikan kita gentar. Kalimat ini juga menjadi pemicu daripada pekerjaan Roh Kudus boleh bekerja di dalam hati kita. Mengapa? Karena tidak ada pekerjaan Roh Kudus menyadarkan kita kalau Firman yang sejati tidak diberitakan. Hal ini merupakan satu pekerjaan ganda yang dikerjakan bersama-sama oleh Roh yang sama. Pertobatan yang sejati baru sungguh-sungguh terjadi jika Roh Kudus bekerja melalui Firman dan Roh Kudus yang sama akan bekerja dengan iman di dalam diri seseorang. Dan ketika ini diberitakan maka salah satu hal yang paling penting adalah Roh Kudus hadir dengan "Menginsyafkan manusia akan dosa, kebenaran, dan penghakiman (Yoh 16:8). Jika Roh Kudus ada di dalam diri kita maka ketiga hal ini harus ada di dalam hidup kita. Jika seseorang menjadi orang Kristen di dalam hatinya tidak gemetar akan penghakiman Allah. Ini merupakan satu tanda tanya besar. Ini tidak berarti, sesudah seseorang bertobat berarti ia tidak bisa jatuh ke dalam dosa. Tidak!!
Manusia masih belum sempurna. Di dalam perjalanan hidup kita masih bisa jatuh dalam dosa. Namun ini langsung membuat kita gentar ketika kita berhadapan dengan kebenaran Allah. Ini menjadi reaksi dari semua tokoh-tokoh di Alkitab. Abraham, Yesaya, Paulus dan Petrus gemetar (trembling) berhadapan dengan kesucian Allah. Sikap ini juga seharusnya muncul dalam diri orang-orang yang bertobat sejati. Ini merupakan gambaran kesucian Allah yang hadir ditengah-tengah kebobrokan dan kebejatan manusia. Ini juga yang menjadikan Paulus sadar berapa besar anugerah yang dia terima. Tuhan tidak bisa dipermainkan. Semua manusia akan berhadapan dengan pengadilan Allah. Allah adalah kasih. Benar. Tapi Allah juga adil. Itu berarti kasih Allah tidak boleh dipisahkan dari keadilan Allah. Kedua hal ini harus diharmoniskan. Kasih harus adil. Adil harus dengan kasih. Ada murka tapi juga ada pengampunan. Baru kita bsia mengerti bagaimana menjalankan kehidupan semacam ini secara tepat. Orang Kristen seharusnya tahu siapa kita sebelumnya dan bagaimana kita yang seharusnya. Lalu bagaimana kita memproses yang dahulu menuju yang seharusnya. Inilah iman yang sejati. Hari ini biarlah kita semua tahu siapa diri kita. Kita tahu bagaimana kita hidup. Dan berkata seperti Paulus berkata, "Kami dahulu sebenarnya juga semua termasuk seperti mereka. Orang-orang yang hidup di bawah hawa nafsu daging, menuruti kehendak daging dan pikiran kami yang jahat. Pada dasarnya kami adalah orang-orang yang patut dimurkai sama seperti mereka yang lain (Ef 2:3)." Tetapi karena anugerah Kristus sekarang boleh keluar dan berada di dalam anugerah, hidup di bawah kebenaran Tuhan dan diproses di dalam kebenaran. Biarlah ini menjadi sharing kehidupan kita yang boleh membangkitkan banyak orang lain melihat kebenaran Kristus sehingga kita dipakai oleh Tuhan untuk menjadi saluran berita Injil kepada orang lain.
Setelah kita melihatn dan membaca pemaparan Paulus yang begitu luar biasa mengenai kondisi manusia, dimana manusia telah jatuh dalam dosa dan manusia telah kehilangan kemuliaan Allah, namun Allah dengan kasih-Nya memberikan anugerah keselamatan kepada manusia, maka sebagai manusia apa yang harus dilakukan secara nyata dalam kehidupan keKristenan yang baru?
1. Hidup oleh Iman
Sekarang kita akan belajar dari seorang nabi yang luar biasa dalam Perjanjian Lama. Mungkin namanya tidak setenar nabi-nabi lain, namun apa yang disampaikankannya sungguh-sungguh luar biasa. Nabi yang saya maksud adalah Habakuk. Dalam Habakuk 2:4, dikatakan: "Orang yang benar akan hidup oleh karena percayanya." Inilah prinsip utama kehidupan yang dimunculkan dalam Perjanjian Lama. Prinsip inilah yang kemudian juga digunakan oleh Paulus: "Sebab aku mempunyai keyakinan yang kokoh dalam Injil, karena Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang yang percaya, pertama-tama orang Yahudi, tetapi juga orang Yunani. Sebab di dalamnya nyata kebenaran Allah, yang bertolak dari iman dan memimpin kepada iman, seperti ada tertulis: ‘Orang benar akan hidup oleh iman" (Rm 1:17). "Dan bahwa tidak ada orang yang dibenarkan di hadapan Allah karena melakukan hukum Taurat adalah jelas, karena: ‘Orang yang benar akan hidup oleh iman" (Gal 3:11). Ini menjadi titik tolak keluarnya Habakuk dari kesulitannya. Kalimat ini indah dimana Tuhan tidak mengatakan: "Orang itu akan hidup oleh percayanya." Tetapi Tuhan berkata "Orang yang benar itu akan hidup oleh percayanya." Ini berarti di dalamnya ada persoalan yang harus dibuka lagi. Mengapa? Karena Tuhan tahu bahwa Habakuk bukan tidak mempunyai kepercayaan. Setiap orang tidak mungkin tidak mempunyai kepercayaan. Yang menjadi persoalan adalah kepercayaan macam apa yang kita punyai. Setiap kita harus mempunyai dasar kepercayaan. Tetapi, kepercayaan itu belum tentu kepercayaan orang benar. Jadi ada dua masalah: orang benar dan iman yang dipegang oleh orang benar.
1) Apakah orang hidup harus membangun basis iman? Rene Descartes mengatakan bahwa kita harus maju dan untuk maju kita harus meragukan segala sesuatu. Hanya dengan meragukan kita dapat belajar. Kalau kita sudah memastikan maka kita tidak dapat belajar. Hal ini memang benar, tetapi kalau segala sesuatu kita ragukan, maka itu sudah menjadi skeptik dan hal ini tidak pernah dipikirkan olehnya. Sekarang, jika semua sudah diragukan, maka bolehkah diri sendiri juga turut diragukan? Oleh karena itu Rene Descartes berkata bahwa karena kita meragukan, maka itu membuktikan bahwa kita tidak perlu diragukan. Kalau saya dapat meragukan, maka saya pasti ada, karena kalau saya tidak ada maka bagaimana saya dapat meragukan. Pertanyaannya sekarang adalah "Mengapa diri saya tidak dapat diragukan?" Ia tidak dapat menjawab pertanyaan ini karena ia sudah memutlakkan konsep bahwa yang meragukan pasti ada.
Saya tidak mau lebih jauh membicarakan rasionalisme, tetapi saya ingin menyatakan satu hal, yaitu bahkan Rene Descartes dan filsuf-filsuf atesis pun sadar bahwa untuk membangun suatu keputusan, harus ada dasar yang tidak dapat diganggu-gugat. Dasar ini tidak pernah dibuktikan tetapi langsung dianggap mutlak ada. Hanya saja karena kita tidak mau menggunakan istilah iman, maka kita menggunakan istilah yang setara dengan iman: paradigma (hipotesis), presuposisi (pra-asumsi) yang merupakan istilah lain daripada iman.
Jadi, kita melihat bahwa hidup kita sebenarnya berdasarkan iman. Namun, iman seperti ini bukanlah iman Kristen. Masalahnya: "Apakah kepercayaan yang kita pegang itu benar atau salah?" Sehingga kalau saudara mempercayai sesuatu maka kepercayaan saudara adalah kepercayaan yang masih mengandung tanda tanya, betulkah yang saudara percaya itu adalah kebenaran sejati. Oleh sebab itu Alkitab berkata "Kembali kepada kebenaran, firman itulah kebenaran." Hidupku adalah hidup oleh iman karena hidupku adalah saya kembali kepada Injil yang di dalamnya kebenaran Allah. Inilah prinsip Roma 1:16,17.
Oleh sebab itu Tuhan mengajar Habakuk bahwa orang benar hidup oleh iman. Orang benar harus kembali kepada Benar supaya ia dapat benar. Saya harus memakai istilah ini karena bahasa Indonesia tidak mempunyai suka kata untuk menyebutkannya. Disini saya menggunakan tiga kata ‘benar’, namun di dalamnya saya menggunakan dua kata ‘benar’ yang berbeda. Bahasa Yunani mengenal aletheia (Truth) dan dikaeiosune (Rightheousness). Righteousness berarti kebenaran yang harus dibuktikan dan diproses berdasarkan keadilan, sedangkan Truth berarti kebenaran hakiki karena berasal dari dirinya kebenaran yang bersifat mewahyukan kebenaran. Ketika kita berkata bahwa firman adalah kebenaran, maka kebenaran itu adalah kebenaran hakiki (Truth). Namun jika dikatakan "Orang yang benar itu akan hidup oleh percayanya", maka yang dimaksudkan adalah righteousness, kebenaran yang harus diproses. Maka, ketika kita berkata "Saya orang benar" maka itu berarti saya righteous people, orang benar yang masih harus diuji kebenarannya.
Jadi, Apakah semua iman itu sama? Alkitab berkata tidak! Jika demikian, apakah yang dimaksudkan dengan iman yang sejati itu? Iman sejati adalah kembalinya iman kepada aletheia. Sebelum melangkah ke ayat 4, maka di ayat 3 Tuhan membuka bagaimana kita harus kembali dan percaya kepada firman, karena firman tidak pernah menipu. Inilah bedanya nubuat firman dengan ramalan orang-orang Kristen yang sok tahu. Saya heran sekali melihat begitu banyak orang yang sudah ditipu oleh berbagai macam nubuat, lalu nubuat itu tidak terjadi, tetapi orang yang menubuatkan masih dipercaya. Betapa bodohnya orang-orang semacam ini! Ramalan yang tidak terjadi itu membuktikan bahwa itu pasti dari setan. Kalau nubuat itu sungguh-sungguh dari firman, maka nubuat itu tidak mungkin batal dan tidak mungkin gagal, harus terjadi dan tidak mungkin salah.
Saya selalu mengajar agar kita jangan selalu bersandar kepada manusia. Saya menuntut setiap kita belajar firman. Tidak ada seorang pun berhak menjadi patokan kebenaran, tidak ada seorangpun yang lepas dari kesalahan. Setiap kita mempunyai cacat dan mungkin salah. Satu-satunya yang tidak mungkin salah adalah "Truth". Semua righteous bisa salah, karena righteous masih harus dibuktikan dan masih harus berjalan di dalam proses. Maka Alkitab berkata bahwa iman harus kembali kepada Aletheia. Iman sejati adalah iman dari kebenaran dan harus kembali kepada kebenaran. Mari kita melihat 1 Tim 1:12-13 "Aku bersyukur kepada Dia, yang menguatkan aku, yaitu Kristus Yesus, Tuhan kita, karena Ia menganggap aku setia dan mempercayakan pelayanan ini kepadaku – aku yang tadinya seorang penghujat, seorang penganiaya dan seorang ganas, tetapi aku telah dikasihani-Nya, karena semuanya itu telah kulakukan tanpa pengetahuan, yaitu di luar iman." Ini kalimat yang penting sekali! Apakah sebelum Paulus menjadi orang percaya, ia tidak mempunyai iman? Punya! Paulus adalah orang yang disunat pada hari kedelapan, dari bangsa Israel, suku Benyamin, orang Ibrani asli, orang Farisi, dan seorang penganiaya jemaat. (Flp 3:5-6). Tetapi Paulus melihat bahwa iman yang sejati adalah iman yang kembali kepada kebenaran. Tidak kembali pada kebenaran berarti tidak mengenal iman yang sejati dan berarti berada di luarnya iman. Banyak orang yang gagal untuk mengerti karena mereka mencoba untuk menyamakan yang tidak sama. Saya beberapa kali berbicara dengan orang yang berkata bahwa semua agama sama karena sama-sama mengajarkan kebaikan. Semua agama memang mau mencoba untuk mengajarkan kebaikan tetapi iman itu sendiri tidak sama. Janganlah kita menyamakan apa yang tidak sama. Orang yang benar kembali pada iman dan percaya yang sejati.
2) Masalah yang kedua adalah masalah kebenaran orang benar itu sendiri. Apakah Habakuk percaya kepada Allah? Ya! Tetapi mengapa hidupnya masih begitu penuh kebingungan? Karena orang benar ini belum hidup berdasarkan percayanya yang sejati, tetapi masih berdasarkan egoisnya sendiri. Ia beriman pada imannya sendiri dan yang ia percayai adalah dirinya sendiri. Pada hari ini banyak orang Kristen yang mungkin berformat sama seperti Habakuk, yaitu lebih percaya pada diri sendiri daripada percaya pada Kristus.
Di dalam gerakan dunia kita, banyak orang Kristen yang gagal untuk mengenal iman secara tepat dan Habakuk tidak terkecuali. Habakuk tidak dapat rela kalau Tuhan membangkitkan orang Kasdim untuk menghantam orang Israel. Saat itu ia ragu dan bertanya "Bukankah Engkau, ya Tuhan, dari dahulu Allahku, Yang Mahakudus? Tidak akan mati kami." Sekarang giliran Tuhan bertanya, "Kalau engkau percaya kepada-Ku, mengapa engkau bertanya seperti itu dan bukankah seharusnya engkau taat mutlak kepadaKu?" Pergumulan Habakuk mengalami krisis karena terjadi pertentangan antara egoisme pribadi, keinginan manusia duniawi, dengan istilah beriman kepada Tuhan.
Berapa banyak orang Kristen yang hari ini hidupnya seperti ini? Percaya Tuhan? Percaya! Apakah di dalam bisnis juga percaya kepada Tuhan? Ia akan mulai ragu-ragu. Beriman hanya dianggap sebagai suatu slogan. Banyak orang Kristen yang mau percaya Tuhan sejauh Tuhan menolong. Kalau Tuhan menguntungkan saya, saya mau. Kalau Tuhan merugikan saya, saya tidak mau percaya. Saya bertanya-tanya, kalau Tuhan mengatur apa yang buruk bagi saya, bisakah kita menerimanya? Apakah artinya saya percaya kepada Tuhan? Apa artinya saya menggarap pekerjaan Tuhan? Apa artinya saya orang benar yang hidup oleh percaya saya bukan hidup berdasarkan percaya saya?
Di dalam pergumulan saya memilih di antara dua hal, ada pertanyaan yang saya ajukan pada diri saya sendiri. Mana yang lebih menguntungkan bagi kerajaan Tuhan? Nama Tuhan yang dipermuliakan atau keuntungan pribadi saya lebih besar? Ini pertanyaan yang harus kita pergumulkan. Sampai disini Habakuk sadar apa artinya hidup oleh iman. Dia akhirnya sanggup berkata: "Sekalipun pohon ara tidak berbunga, pohon anggur tidak berbuah,…namun aku akan bersorak-sorak di dalam Tuhan, beria-ria di dalam Allah yang menyelamatkan aku." (Hab 3:17-18). Ini merupakan konklusi surat Habakuk. Hidup oleh iman! Bukan teori oleh iman, namun merupakan satu kehidupan yang termanifestasi di dalam kenyataan. Banyak pergumulan yang tidak dapat kita selesaikan, karena sebenarnya kita tidak hidup berdasarkan iman. Kita penuh dengan pertanyaan, kekecewaan, kemarahan, karena Tuhan tidak bertindak seperti yang kita mau. Akibatnya kita tidak dapat hidup tenang lagi. Hidup oleh iman bukan ditafsirkan secara pasif. Bukan berarti kita tidak perlu berusaha apa-apa, tunggu Tuhan menyuruh apa. Itu berarti kita hidup seperti mekanik, yang baru jalan setelah Tuhan menekan tombol-tombol tertentu. Tuhan mengajar kita untuk berinisiatif, berjalan, tetapi berada di bawah kedaulatan dan pimpinan Tuhan. Itulah berarti hidup dan bukan mati. Kita hidup dan menjadi orang benar.
2. Hidup Berpaut pada Allah
Sejak Perjanjian Lama, Tuhan menempatkan umat Tuhan diantara bangsa-bangsa lain yang lebih kuat. Tatkala mereka hidup tidak benar dihadapan Tuhan, maka Tuhan memakai bangsa-bangsa lain yang memang mau menyerang mereka untuk menghajar dan memperingatkan mereka dan hal seperti ini terjadi terus-menerus di dalam PL. Sedang di dalam PB, Alkitab mengatakan, orang-orang yang percaya kepada Tuhan akan menderita aniaya karena Tuhan tidak pernah menjanjikan, jika kita percaya kepada Tuhan maka kita akan mendapat hidup yang lancar dan enak. Masalahnya, seberapa jauh kita sudah menderita bagi Tuhan. Pada waktu kita mau hidup benar dan menjalankan perintah-perintahNya, itu adalah suatu hal yang tidak mudah bahkan mungkin kita akan menderita. Tuhan pernah berkata kepada murid-muridNya, "Aku mengutus kamu seperti domba ke tengah-tengah serigala.." Tetapi di lain sisi, Tuhan menjanjikan kekuatan dan kemenangan dan mengingatkan kita agar tidak takut kepada orang yang bisa membunuh tubuh tapi tidak dapat membinasakan jiwa, Namun kita harus takut kepada Tuhan yg bisa membunuh tubuh dan jiwa kita. Di dalam PB, rasul Petrus dan Yohanes pernah dilarang untuk menyampaikan firman Tuhan, tetapi mereka berkata, "Kita harus lebih taat kepada Allah daripada kepada manusia:" dan hal itu mereka buktikan bukan dengan terpaksa. Sehingga saat kita melihat dalam Kisah Para Rasul 5, bagian terakhir setelah dipukul dan dianiaya, mereka keluar dengan sukacita karena mereka dianggap layak menderita bagi Kristus.
Penderitaan apapun yang terjadi itu adalah anugerah Allah yang membuat kita lebih kuat untuk dipakai melayani Tuhan. Paulus dalam Fil 3:10 mengatakan, "Yang kukehendaki ialah mengenal Dia dan kuasa kebangkitanNya dan persekutuan dalam penderitaanNya, dimana aku menjadi serupa dengan Dia dalam kematiannya." Di dalam bagian lain Paulus mengatakan, "Aku menggenapi apa yang kurang pada penderitaan tubuh Kristus." Kita masing-masing diberi anugerah untuk mengambil bagian ini. Itu sebabnya di dalam keadaan bagaimanapun kita harus memilih lebih takut kepada Allah daripada kepada manusia. Ini prinsip! Jika kita tidak mempunyai sikap yang takut kepada Allah, kita tidak akan memberitakan Injil apalagi ditengah ancaman dan larangan. Kita harus lebih takut kepada Tuhan daripada kepada manusia. Setelah bangsa Israel diingatkan akan pimpinan Tuhan, mereka diingatkan akan sejarah hidup mereka dimana seharusnya mereka lebih takut akan Tuhan.
Takut akan Tuhan dalam bahasa aslinya mengandung beberapa arti. Salah satunya adalah takut secara emosi, juga bukan takut kepada Allah sebagai antisipasi intelektual karena khawatir tapi belum terjadi. Namun takut yang dimaksud oleh Yosua dalam kitab Ulangan ini bukan takut yang demikian dan jika kita melihat dari konteksnya, saya lebih suka mengartikan ‘hormat’ dan ‘bangga.’ Jadi pengertian takut disini lebih mengarah bangga, hormat, kagum dan terpesona kepada Allah. Pertama, jika kita mempunyai sikap hormat, maka pasti memiliki sikap yang lain ketika menjalankan apapun di dalam hidup. Kita tahu dia hadir menyaksikan hidup kita dan kita harus bertanggungjawab dihadapan Dia. Jika saudara hormat kepada seseorang maka ketika dia datang kita mempunyai sikap yang berbeda. Itu sebabnya jika kita sungguh hormat akan Allah di dalam hidup kita maka hidup kita akan berbeda di dalam ibadah dan di dalam pelayanan kita akan sungguh-sungguh mempersiapkan diri.
Kedua, adalah bangga. Jika di dalam hati kita memiliki perasaan bangga pada Tuhan. Kita tentu senang menceritakan kepada orang lain. Di dalam pelayanan, kita akan melayani dengan sukacita dan dengan bangga. Ada seorang hamba Tuhan menceritakan pengalamannya, "Pada suatu kali dalam perjalanan dia bertemu satu orang yang ingin meresmikan satu perusahaan yang entah sudah keberapa belas di Amerika, dengan bangga dia menceritakan apa yang sedang dikerjakannya dan juga perusahaan tempat dia bekerja. Kemudian orang tersebut bertanya kepada hamba Tuhan ini, "Apa pekerjaan anda?" Ketika ditanya demikian hamba Tuhan ini tidak malu bahkan kemudian mengatakan dengan bangganya bahwa dia bekerja di perusahaan yang paling besar di dunia. Dan memiliki masa depan yang paling cemerlang dan memiliki produk yang paling penting. Kemudian hamba Tuhan tersebut berkata, "Dan perlu kamu ketahui yang menjadi boss saya adalah yang menciptakan saudara dan menentukan mati hidup saudara." Hamba Tuhan tersebut tahu jelas kepada siapa dia bekerja, kepada siapa dia sedang melayani dunia ini. Dunia ini adalah dunia BapaKu untuk menjalankan misi Allah. Kita orang Kristen harus tahu bahwa kita adalah sentral dari sejarah, sejarah keselamatan Allah. Dunia ini berada di bawah providensia Allah. Meskipun kelihatannya iblis menang, banyak orang kristen menderita bahkan mati martir, realitanya tidak demikian. Iblislah yang kalah karena semuanya terjadi untuk menggenapi rencana Allah. Ketika umat Tuhan dibunuh, Allah tidak kalah tetapi kita sedang menggenapi rencana Allah. Penderitaan, kematian berada di dalam tangan Allah, biarlah kita boleh menerimanya di dalam anugerah Dia (Flp 1:29). Saudara, kita harus sadar bahwa kita sedang mengerjakan produk yang penting yaitu produk-produk yang bernilai kekal. Penginjilan pribadi penting untuk menghasilkan produk-produk yang bernilai kekal yaitu orang-orang yang akan diselamatkan. Orang yang bekerja di perusahaan tahu bahwa yang paling penting adalah sumber daya manusianya dan jika tidak ada manusianya maka tidak ada yang dapat dikerjakan. Keyakinan ini membuat kita bangga dan melayani Tuhan dengan sukacita.
Jika di dalam hidup kita ada sikap hormat dan bangga kepada Tuhan, maka kalimat Yosua selanjutnya merupakan konsekuensi logisnya. Yosua mengatakan, "Beribadahlah kepada Dia dengan tulus ikhlas dan setia." Kata beribadah disini dalam terjemahan bahasa Inggris dihubungkan dengan layanilah Dia dengan tulus ikhlas dan setia. Beribadah bukan hanya dalam kebaktian melainkan dengan seluruh kehidupan kita. Waktu kita bekerja ingat bukan hanya sekedar bekerja melainkan sedang melayani Tuhan di dalam pekerjaan tersebut. Seluruh hidup kita adalah sikap sedang melayani Tuhan dan sedang beribadah kepada Tuhan. Di dalam buku Shorter Catechism dikatakan bahwa tujuan utama hidup manusia adalah untuk memuliakan Allah dan menyenangkan Dia selama-lamanya. Jadi apapun yang kita kerjakan dan lakukan, yang penting fokusnya untuk apa? Untuk diri ataukah untuk Allah? Sebaliknya jika kita melakukan aktivitas-aktivitas rohani di da-lam gereja tetapi fokusnya bukan untuk Tuhan, berarti kita tidak sedang beribadah kepada Tuhan. Yang penting disini adalah fokusnya untuk memuliakan Tuhan dan menyenangkan Tuhan. Kita juga dipanggil untuk melayani dia dengan tulus ikhlas dan setia. Setia dalam pengertian sampai akhir hidup kita. Wahyu 2:10 mengatakan, "Hendaklah engkau setia sampai mati, dan aku akan mengaruniakan kepadamu mahkota kehidupan." Yosua setia, dia terus memilih menyembah Allah sampai akhir hidupnya sehingga dia disebut abdi Allah. Yosua adalah hamba Tuhan yang sejati dan hamba Tuhan yang sejati, Tuhan akan pelihara sampai akhir hidupnya. Kita masih bisa jatuh dalam dosa tapi Tuhan menyediakan jalan kemenangan. Ada pengampunan terus menerus tatkala kita mengaku dosa kita dan setia sampai mati. Alkitab menekankan kita setia, berani bayar harga dan bukan setia pada satu organisasi atau lembaga namun setia disini dihubungkan dengan kebenaran. Setia pada kebenaran dan Tuhan terus yang akan menyeleksi kita sehingga hal ini dapat menjadikan kerinduan kita untuk terus menjadi saksi Tuhan. Disini Tuhan ingatkan melalui Yosua, takut akan Dia dalam pengertian hormat dan bangga. Jika ini ada maka kita memiliki kerinduan untuk melayani dia dan memberitakan Injilnya. Itu adalah sukacita bukan paksaan dan merupakan satu kegembiraan jika kita sudah mengalami manisnya hidup bersama dengan Tuhan maka kita akan membagikannya kepada yang lain.
Kita juga dipanggil untuk menjauhkan ilah lain. Menjauhkan ilah lain dalam konteks ini adalah ilah orang Sumerian demikian juga dengan Abraham dipanggil oleh Allah keluar dari tanah Ur untuk meninggalkan ilah tersebut juga orang Mesir untuk tidak menyembah anak lembu emas yang mereka buat. Demikian juga dengan kita dipanggil untuk menjauhkan berhala-berhala modern dari hidup kita. Mungkin saat ini hobi kita lebih penting dari Tuhan, mungkin seks, obat bius, materi, dsb. menjadi berhala di dalam hidup kita tetapi kita harus meninggalkan itu semua. kita harus belajar mengandalkan Tuhan dan menjadikan dia yang terutama di dalam hidup kita. Yosua meminta kita untuk memilih, memilih kepada siapa kita beribadah pada hari ini. Memilih adalah satu hal yang penting dalam hidup kita. Kita tidak mungkin memilih Tuhan tanpa anugerah Tuhan tapi setelah kita diselamatkan kita menginginkan hidup yang bagaimana? Disini kita harus memilih, karena kelak kita harus bertanggung jawab dihadapan Tuhan. Yosua mengajarkan, "Pilihlah kepada siapa kamu akan beribadah!" Yosua dan keluarganya memilih beribadah kepada Tuhan dan ini kemudian diikuti oleh seluruh bangsa Israel khusunya pemimpinnya saat itu. Francis Schaeffer, tentang Yosua mengatakan ada satu kata yang aneh disini. Kata ini dalam bahasa Yunani bisa diterjemahkan dalam tiga bentuk. Di dalam bahasa Ibrani kadang-kadang tenses-nya tidak begitu jelas, bisa lampau, bisa sekarang dan bisa yang akan datang. Kalimat dalam Yosua disini memang dalam konteks akan datang tapi bisa dilihat juga latar belakangnya dalam berbagai peristiwa. Yosua selalu memilih hidup bagi Tuhan, percaya kepada Tuhan dan beribadah kepadaNya. Melayani Tuhan dan takut akan Tuhan itu pilihan dia terus-menerus. Bagaimana dengan hidup kita? Lebih takut akan Allah atau lebih takut kepada manusia? Siapa yang saudara mau sembah dan layani? Kita tidak bisa mendua hati! Kita harus memilih! Yosua mengatakan, "Pilihlah pada hari ini kepada siapa kamu akan beribadah!" Pilihan kita mempengaruhi hidup kita, jangan tunggu sampai tua maka kita akan terlambat dan menyesal. Besok bukan milik kita bahkan nanti malampun belum tentu menjadi milik kita. Tuhan sudah mengasihi kita. Apa yang kita persembahkan kepada Dia?
3. Menjadi Saksi
Di dalam Kis 1:1-3 penulis Lukas mengintisarikan bukunya yang pertama yakni Injil Lukas dimana membahas apa yang dilakukan dan dikerjakan oleh Kristus ketika Ia ada di dalam dunia ini. Pembahasan ini mencakup dari kelahiran, pelayanan, penderitaan, kematian, kebangkitan dan penampakan Kristus kepada para muridNya sampai pada saat Kristus terangkat ke sorga. Minggu ini kita akan membahas apa yang dikatakan oleh Kristus sebelum Dia naik ke sorga. Pada waktu terakhir kali Kristus berkumpul dengan para murid, Lukas mencatat dalam Kis 1:4 bahwa Kristus sedang makan dengan para murid. Kata ‘makan’ disini disatu sisi membuktikan bahwa Kristus bukan hantu yang tidak memiliki darah dan daging. Dilain sisi ini menunjukkan bahwa kebangkitan Kristus bersifat fisikal. Hanya, tubuh kebangkitan Kristus berbeda dengan tubuh sebelum kebangkitanNya, karena tubuhNya sudah dipermuliakan.
Sesudah bangkit, Kristus melarang mereka meninggalkan Yerusalem namun dilain sisi kita melihat Tuhan Yesus juga memberi perintah agar para murid pergi memberitakan Injil dan menjadikan segala bangsa murid Tuhan. Memang ini kelihatannya bertentangan namun sesungguhnya tidak, bahkan saling melengkapi. Sesudah bangkit Tuhan memberikan Amanat Agung kepada para murid untuk pergi memberitakan Injil dan menjadikan semua bangsa murid Tuhan, bahkan mengajar para murid mengenai kerajaan Allah. Namun ini tidak cukup, para murid perlu memiliki kuasa agar mereka dapat menjadi saksi Kristus di dalam dunia. Kuasa ini penting sekali bagi para murid untuk menjadi saksi Kristus di dalam dunia. Ingat peperangan kita bukanlah melawan darah dan daging, melainkan melawan penghulu-penghulu kerajaan angkasa yaitu roh-roh yang sekarang sedang bekerja di antara orang-orang durhaka. Tanpa kuasa dari Allah bagaimana kita dapat membebaskan umat kerajaan Allah yang sekarang masih berada di bawah kuasa si jahat.
Itu sebabnya Tuhan Yesus menyuruh para murid untuk menunggu di Yerusalem sampai mereka menerima janji Bapa yaitu berkenaan dengan Roh Kudus. Di dalam Alkitab kita menemukan ribuan janji, tapi hanya satu janji tentang Roh Kudus yang disebut janji dari Bapa. Allah Bapa telah berjanji bahwa Ia akan mencurahkan RohNya ke atas semua manusia pada hari-hari terakhir (Yeh 36; Yoel 2). Dan Kristus sendiri telah menjanjikan kepada murid-muridNya tentang karunia Roh Kudus yang datang dari Bapa (Yoh 7:37-39; 14:16; 15:26; 26:7). Di dalam ayat 5 janji Bapa ini dikaitkan dengan pelayanan Yohanes Pembaptis yang di dalam pelayanannya memberitakan tentang pertobatan. Demikian pula dengan baptisan Yohanes Pembaptis sebagai tanda pertobatan. Yohanes Pembaptis sendiri tidak membaptis dengan Roh namun hanya meneguhkan bahwa yang datang kemudian dari padanya akan membaptis dengan Roh Kudus.
Setelah Kristus mengatakan bahwa para murid akan dibaptis dengan Roh kudus maka bertanyalah para murid yang berkumpul disitu, "Tuhan, maukah Engkau pada masa ini memulihkan Kerajaan bagi Israel?" Bagian ini tidak mudah untuk dijawab. Mengapa? Karena ada dua pandangan. Pertama, mereka yang percaya bahwa pertanyaan para murid disini tidak menunjuk kepada pemulihan Kerajaan Israel secara fisik di muka bumi ini. Mereka percaya para murid sudah berubah. Hanya, yang mereka pertanyakan, "Apakah kerajaan yang Tuhan akan pulihkan itu pada masa kini?" Pandangan kedua mengatakan, sekalipun memang para murid sudah percaya bahwa Kristus bangkit bahkan mereka sudah diajar oleh Tuhan mengenai Kerajaan Allah. Tetapi, tidak berarti bahwa para murid sudah memiliki ajaran yang sempurna tanpa salah. Menurut mereka pertanyaan tersebut masih menunjuk kepada keingintahuan tentang penggenapan dari nubuatan mengenai Kerajaan Allah. Mereka masih belum memahami hakekat yang sesungguhnya dari natur rohani Kerajaan Kristus. Saya pribadi percaya sekalipun para murid sudah percaya kepada Kristus dan sudah diajar berulang kali sejak Kebangkitan Kristus sampai KenaikanNya, namun para murid belum memiliki pandangan yang utuh tentang natur dari Kerajaan Kristus. Lagipula kapan Kerajaan itu akan datang mereka tidak perlu tahu berkenaan dengan hal ini. Banyak hal dibumi ini yang Allah tidak ingin kita tahu. Juga berkenaan dengan kedatangan Kristus kembali untuk menegakkan KerajaanNya, tidak ada seorangpun yang tahu. Tidak ada seorangpun yang tahu kapan dunia ini akan berakhir. Sesungguhnya di dalam dunia ini banyak hal yang kita tidak tahu dan memang tidak seharusnya tahu. Firman Tuhan sendiri mengatakan, "Hal-hal yang tersembunyi ialah bagi Tuhan Allah kita tetapi yang dinyatakan ialah bagi kita." (Ul 29:29).
Setelah Tuhan Yesus mengatakan, "Engkau tidak perlu mengetahui masa dan waktu, yang ditetapkan Bapa sendiri menurut kuasaNya." (ay 7) Selanjutnya Tuhan mengalihkan pembicaraan bukan kepada kapan Kerajaan itu akan datang melainkan apa yang harus kita kerjakan sebelum Kerajaan itu diteguhkan. Di dalam ay 8 Tuhan Yesus berkata, "Tetapi kamu akan menerima kuasa kalau Roh Kudus turun ke atas kamu dan kamu akan menjadi saksiKu di Yerusalem, di seluruh Yudea, Samaria dan sampai ke ujung bumi." Kis 1:8 ini merupakan kunci untuk mengerti seluruh kitab Kisah Para Rasul. Inti kitab Kisah Para Rasul 1:8 ini adalah menjadi saksi. Kamu akan menjadi saksiKu di Yerusalem, Yudea, Samaria dan sampai ke ujung bumi, jikalau kuasa Allah turun atas kamu. Setiap orang percaya adalah saksi-saksi Kristus. Kita adalah pemberita-pemberita Injil Kerajaan Allah. Namun kita memerlukan kuasa agar kita dapat menjadi saksi Tuhan. Kita tidak mungkin membawa orang berdosa yang berada di bawah belenggu setan kembali kepada Tuhan jika kuasa Roh Kudus tidak menyertai pelayanan kita. Apabila kuasa pemberi hidup itu ada dalam hidup kita maka kita akan menjadi saksi Kristus dalam dunia yang bengkok dan rusak ini. Kata saksi disini juga berasal dari kata ‘martures.’ Menjadi saksi-saksi Kristus berarti menjadi martir-martirNya. Saksi Kristus adalah orang yang telah mempersembahkan hidupnya sebagai korban dihadapan Tuhan. Di kampus, sekolah, keluarga, di tempat kerja, maupun dalam seluruh aspek hidup, kiranya kita boleh menjadi saksi Kristus. Berani untuk memberitakan Injil Kerajaan Allah, Injil tentang pertobatan di dalam Kristus kepada orang-orang yang belum percaya. Itulah panggilan hidup kita. Saudara, di tengah situasi yang semakin sulit, panggilan ini kiranya terus bergema di dalam hidup kita, dan kita rela taat pada panggilan tersebut. Dengan demikian kita tidak menjadi pengikut Kristus yang bebal dan egois.
KeKristenan harus menjadi suratan yang terbuka dalam belantara kehidupan dunia. Kita dimmpukan oleh Allah, karena kita telah dimenangkan dari dosa melalui kematian Yesus Kristus di atas kayu salib. Namun setelah kenaikan-Nya ke surga, Yesus tidak meninggalkan kita sendiri, melainkan memberikan kekuatan dan kuasa pada kita melalui karya Roh Kudus bagi kita, orang percaya. Terimalah tantangan dunia, dengan membawa kuasa Allah kepadanya, sehingga dunia boleh juga mengalami damai sejahtera Allah.
Filasafat Utilitarianisme sudah meracun sistem ekonomi, pekerjaan dan etos kerja di tengah dunia sehingga akibatnya banyak orang salah mengerti dalam menjalankan kerja. Seringkali kalau kita mendengar kalimat, "Jangan mencuri," kita hanya melihat aspek ketiganya saja yaitu aspek material bahwa mencuri hanya sebatas mengambil dompet orang lain, tetapi itu bukan yang Alkitab maksudkan. Mencuri adalah ketika saudara mengambil hak yang bukan hak saudara sehingga akhirnya itu menjadi pencurian, dengan mendapatkan sesuatu yang bukan milik kita tetapi kita miliki dengan cara yang tidak tepat dan tidak halal. Sehingga pencurian bukan sekedar mengutil tetapi justru masuk dalam satu aspek yang sangat mendasar dalam pemikiran Kristen.
"Orang yang mencuri, janganlah ia mencuri lagi, tetapi baiklah ia bekerja keras dan melakukan pekerjaan yang baik dengan tangannya sendiri, supaya ia dapat membagikan sesuatu kepada orang yang berkekurangan."
Ini merupakan prinsip yang Alkitab katakan dan hari ini kita akan melanjutkan dengan aspek kedua yaitu, "Bekerja keraslah!" Disini kita harus balik pada pengertian etos kerja Kristen sesungguhnya yang terdapat dalam Kej 2:15 (prinsip ekonomi/ oikos-nomos), yaitu: "Tuhan Allah mengambil … untuk mengusahakan dan memelihara taman itu," yang kalau kita bandingkan dalam Kej 3:17-19, "… dengan bersusah payah engkau akan mencari rezekimu dari tanah seumur hidupmu.” Abad 20 merupakan abad yang bodoh karena menjalankan filsafat perusak yang dicipta di abad 19 tanpa koreksi dan secara kritis memperhatikan bahaya yang disodorkan. Salah satu bahaya yang disodorkan oleh filsafat abad 19 adalah Utilitarianisme (asas manfaat) oleh John Stuart Mill. Filsafat tersebut sangat bersifat hedonistik, mencari keuntungan pribadi dengan cara kenikmatan duniawi yang luar biasa ditutup dengan satu slogan yang sangat manis: "Marilah kita memperjuangkan manfaat terbesar bagi orang yang terbanyak."
Maka Utilitarianisme memberikan bahaya yang besar, karena 1). Memicu prinsip egoisme dan mereka menyangkal konsep babwa manusia hakekatnya berdosa, cenderung melawan Allah, tidak suka pada kebenaran dan lebih suka merugikan orang daripada menjadi berkat. Konsep Utilitarianisme yang diterima diseluruh dunia membawa dampak terhadap globalisasi yang menghasilkan penghancuran dunia dan hari ini terjadi kerusakan ekonomi secara global. 2). Utilitarianisme menjadi perusak yang luar biasa karena akhirnya menjadi asas yang mengabsahkan pengusuran dan perugian bagi kaum minoritas. Alasan-alasan dengan menggunakan format mayoritas untuk menyingkirkan kelompok minoritas sehingga mereka tidak mempunyai hak dan kekuatan yang sama dengan kelompok mayoritas. Betapa bahayanya kalau konsep Utilitarianisme diterima oleh seseorang, karena itu akan mengorbankan orang lain dan menghancurkan kelompok lain. Konsep ini harus dikikis dari konsep pikiran manusia, ini harus kita kerjakan dan tularkan pada banyak orang sehingga pikiran kita tidak diracun oleh konsep tersebut. 3). Konsep utilitarian menjadi racun yang besar karena pada akhirnya menimbulkan satu konsep pencurian dengan menggunakan konsep risk and gain, makin besar resiko yang dilalui maka kita makin berhak untuk untung besar. Sehingga muncul konsep ditengah dunia kalau kita gagal akibat orang lain yang mencapai untung, maka itu memang resiko yang harus kita tanggung. Hal ini menimbulkan kerusakan moral dan etika kerja. Yang kuat yang akan menang sudah mensahkan kita boleh menipu orang lain dengan alasan bahwa resiko harus kita tanggung sendiri. Ini akibatnya dunia menjadi rusak didalam ekonomi karena tidak ada batasan moral terhadap hal tersebut.
Setelah kita mengerti konsep tesebut, ada 3 hal dimana kita dapat memikirkan hal ini dengan lebih teliti, yaitu: 1). Etos kerja Kristen yang sesungguhnya dalam Alkitab. 2). Bagaimana kita melihat secara paradoks kondisi dari sebelum dan sesudah kejatuhan (antara natur dengan realita) sehingga kesadaran ini muncul dalam format yang sangat kuat di tengah kekristenan. Satu jiwa paradoks antara keharusan ideal yang Tuhan tetapkan dengan fakta realita yang berlawanan jauh daripada apa yang menjadi natur kerja. 3). Dengan mengerti bagaimana memparadokskan hal diatas maka kita dapat melawan 3 filsafat dunia yang sangat meracuni konsep kerja.
Dalam Kej 2:15, sebelum manusia dicipta, Tuhan sudah menciptakan alam semesta dan isinya untuk menjadi tempat manusia berdayaguna dan manusia dicipta adalah untuk mengusahakan dan memelihara taman tersebut. Prinsip daripada Ekonomi (oikos-nomos), pengelolaan rumah tangga mengandung beberapa prinsip, yaitu: Pertama, Allah bekerja dan Ia menginginkan manusia yang dicipta menurut gambar dan rupa Allah juga bekerja. Ketika kita melihat bagaimana Tuhan Yesus bekerja, Allah yang berinkarnasi adalah Allah yang menunjukkan contoh bekerja sehingga kita seharusnya malu kalau tidak bekerja. Tuhan mencipta kita bukan sejak dunia jatuh dalam dosa tetapi sejak dunia berada dalam kemurnian dan kebenaran untuk mengelola dan memelihara taman. Berarti sejak semula tidak ada natur apapun yang tidak menyetujui manusia harus bekerja dan ketika tidak bekerja maka kita sedang melanggar natur kita. Tetapi hari ini, natur ini terus dikikis perlahan-lahan supaya seolah-olah kita boleh terus dipermudah bahkan kalau mungkin tidak perlu bekerja. Terjadi satu kesalahan efek dari satu sikap dimana sebenarnya melalui perkembangan teknologi kita dapat mengerjakan lebih banyak hal sehingga tidak dikunci dengan pekerjaan yang dapat digantikan oleh mesin dan kita dapat mendayagunakan pikiran, tenaga untuk mengerjakan hal-hal yang membutuhkan bijaksana, kemampuan serta ketrampilan yang hanya dapat dikerjakan manusia sebagai mahkluk yang lebih tinggi daripada sekedar mekanik.
Natur kerja yang Tuhan ingin manusia kerjakan harus selalu mengandung dua unsur yaitu mengusahakan dan memelihara sehingga ekonomi dapat berjalan dengan benar. Ekonomi modern sedang menghadapi tantangan besar karena menghadapi ketegangan antara dua beban besar, dimana disatu pihak gerakan rasionalisme dan perkembangan teknologi telah salah mengerti konsep mengusahakan menjadi satu citra eksplorasi yang liar luar biasa sehingga pemeliharaan tidak dikerjakan. Tetapi dilain pihak, ajaran New Age movement mengajarkan ‘back to nature’ dengan hanya memelihara tanpa mengembangkan alam. Memelihara tanpa mengusahakan alam merupakan perusakan pasif terhadap alam. Oikos-nomos didalamnya harus selalu megandung dua unsur yaitu mengembangkan dan memelihara, itulah yang disebut dengan etos kerja Kristen dan kedua hal itu harus dijalankan secara bersama (paradoks). Sehingga waktu saudara menjalankan apa yang Tuhan tuntut dalam Kej 2:15 maka saudara dapat dipakai Tuhan ditengah dunia untuk menyadarkan bagaimana mereka seharusnya bekerja.
Dan yang kedua, natur kerja yang sudah ditata oleh Tuhan begitu rupa, menjadi satu natur yang seharusnya begitu indah dan dapat dikerjakan secara tepat, sekarang oleh manusia dirusak karena manusia melawan dan menghancurkan prinsip yang Tuhan tetapkan. Kalau sebelum manusia jatuh antara ideal dengan realita terjadi keselarasan yang sangat indah tetapi ketika manusia telah jatuh maka tingkat natur ideal menjadi senjang jauh dengan realita yang dihadapi. Bumi, tempat kita garap sudah tidak bersahabat lagi sehingga akhirnya segala pekerjaan yang seharusnya menjadi natur yang cocok dengan jiwa kita sekarang menjadi sesuatu yang sangat menyulitkan dan menyusahkan serta kerja keras dengan berpeluh sampai kita boleh mencapai apa yang kita mau kerjakan (Kej 3:17-19). Idealisme kerja yang Tuhan tanam di dalam diri manusia tidak hilang, tetapi realitanya sekarang bertentangan sama sekali dari fakta itu. Seringkali ketika kita menghadapi situasi seperti ini, hati kita mulai berontak karena disatu pihak natur kerjanya masih menuntut untuk mau bekerja tetapi begitu berhadapan dengan realita kesulitan yang begitu besar, hatinya mulai memberontak bahkan tidak rela karena faktanya begitu susah dan menyakitkan. Itu semua karena kita sedang mencoba melinierkan dan bukannya memparadokskan antara dua hal tersebut. Kalau kita kembali pada Firman Tuhan hari ini, kita tahu bahwa terjadi konflik antara idealisme dengan realita yang tidak kita selesaikan secara paradoks tetapi secara linier. Bagaimana realita yang begitu jelek dan ideal yang begitu indah digarap dan dipertemukan dalam perkembangan pertumbuhan sampai akhirnya mencapai apa yang harus kita kerjakan di dalam hidup kita. Kalau kita tidak mampu demikian maka akibatnya kita tidak mampu bekerja secara tepat di tengah dunia dan akhirnya konsep kerja kita berubah menjadi konsep materialis.
Ini yang harus kita waspadai karena kalau hal ini terjadi maka langsung ada beberapa filsafat yang akan membuka mulutnya untuk menelan kita.
1). Hedonisme (filsafat Garfield). Garfield adalah satu figur yang sengaja disodorkan sebagai figur hedonisme modern yang selalu menyodorkan filosofi hedonostik dengan slogan dan penampilannya yang menggambarkan kemalasan kerja.
2). Utilitarianisme
3). Humanisme. Filsafat ini sengaja ditiupkan supaya akhirnya menimbulkan dampak orang ingin mendapatkan keuntungan secara membabi buta dan mendapatkan perlakuan yang sangat baik padahal ia tidak bekerja.
Orang Kristen harus belajar menempatkan belas kasihan secara tepat. Berdasarkan etos kerja, seseorang berhak mendapatkan upahnya dan hidup secara layak. Dunia kita ini selalu mengalami penyimpangan dalam pola berpikir kerja karena filsafat dunia berusaha menyodorkan konsep-konsep yang tidak tepat dan tidak sesuai dengan kebenaran Firman. Bagaimana saudara dan saya, dengan jiwa dan sistem kerja yang kita pakai? Bagaimana saudara dan saya menjadi orang-orang yang dipakai Tuhan untuk bekerja di tengah dunia secara tepat serta bagaimana kita menularkan prinsip dan etos kerja kepada orang lain, sehingga banyak orang yang disadarkan bahwa cara kerja yang tidak beres akan merusak seluruh masyarakat. Cara kerja yang tepat, yang kembali kepada Firman adalah yang membawa kita kepada kebenaran.
Beberapa saat ini kita terus memikirkan tentang bagaimana Kekristenan menegakkan prinsip etos kerjanya. Kekristenan adalah manusia yang secara natur dalam dirinya dicipta dengan jiwa dan natur bekerja, seperti dalam Alkitab dikatakan mengusahakan dan memelihara taman dan itu dijalankan secara seimbang. Hal itu sesuai dengan prinsip dasar ekonomi (oikos-nomos) yaitu bagaimana kita diberi akal budi dan kemampuan, dipanggil oleh Tuhan menjadi pengelola sehingga menyejahterakan semua bagian. Manusia diberi kuasa pengelolaan namun juga harus bertanggungjawab terhadap pemberi otoritas, sehingga ketika bekerja itu harus direlasikan dengan bertanggungjawab terhadap Tuhan. Ini yang menjadikan kita harus sadar posisi kita secara tepat.
Waktu saya sedang mengumulkan hal ini, salah satu masalah yang paling serius dibicarakan dalam bagian ini adalah dalam II Tes 3 dimana seolah-olah Kekristenan menjadi agama yang penuh cinta kasih sehingga harus berbelas kasihan, memberikan segala sesuatu dan memperhatikan kemiskinan dengan luar biasa. Kekristenan memang merupakan agama cinta kasih tetapi itu tidak sedemikian saja dilakukan karena kita harus mengerti bagaimana memberi secara tepat. Sehingga Paulus mengingatkan dengan perkataan, "Kami katakan ini karena kami dengar, bahwa ada orang yang tidak tertib hidupnya dan tidak bekerja, melainkan sibuk dengan hal-hal yang tidak berguna" (II Tes 3:11). Dan dikatakannya pula, "…, jika seorang tidak mau bekerja, janganlah ia makan." Saya rasa prinsip ini harus tegas sehingga kita mengerti bagaimana kita harus berdaya guna. Ketika mempersiapkan bagian ini, saya tertarik dengan satu buku yang ditulis dua orang Belanda, profesor bidang sosiologi dan sosial dari World Council of Churches (Dewan Gereja-gereja sedunia). Buku "Dibalik Kemiskinan dan Kemakmuran" (Beyond Poverty & Affluence) oleh Bob Goudzwaard & Harry de Lange diterbitkan Yayasan Kanisius, 1998. Di dalam membicarakan aspek kekayaan dan kemiskinan, mereka mengemukakan 6 paradoks permasalahan yang kita hadapi. Mereka membuka fakta 6 paradoks ditengah abad modern yang berkembang yang kelihatannya sangat bertentangan tetapi sebenarnya sangat terkait satu sama lain.
Pertama, Paradoks Kelangkaan. Ditengah kekayaan manusia yang seharusnya dapat dipakai untuk mengelola kesejahteraan manusia tetapi justru terjadi kelangkaaan yang bukan disebabkan oleh tidak adanya kekuatan mendayagunakan namun karena begitu banyak produksi yang diperlakukan secara tidak beres. Berjuta liter susu dibuang di sungai padahal banyak anak dalam kondisi kekurangan gizi dan membutuhkan susu. Demikian juga halnya dengan jeruk yang seharusnya dapat menjadi vitamin tanpa harus minum minuman yang mengandung bahan kimia tetapi itu semua dihancurkan demi harga produksi menjadi tidak murah. Ketika daya begitu besar, pada saat yang sama terjadi pengerusakan dan penghancuran sumber yang seharusnya dapat dipakai oleh manusia.
Kedua, Paradoks Kemiskinan. Ketika negera-negara adidaya semakin kaya, namun peningkatan kemiskinan persentasinya lebih besar daripada peningkatan incomenya karena hanya sekelompok orang yang bertambah kaya. Seperti yang pernah saya katakan bahwa jikalau tidak hati-hati maka di Indonesia akan tercipta generasi pengemis dan orang-orang yang menciptakan citra kemiskinan masa depan. Karena sistem, pola dari cara kerja atau kebijaksanaan pemerintah telah kehilangan harga diri sehingga menjadikan kita mudah menjadi pengemis. Sungguh paradoks karena disatu pihak kita melihat dunia semakin hari semakin sejahtera dan makmur namun kenyataannya tidak meniadakan jumlah pengemis yang semakin meningkat jumlahnya.
Ketiga, Paradoks Sensitifitas Keperdulian. Disatu pihak harusnya setiap kita makin maju dan makmur, semakin memikirkan kesejahteraan orang lain tetapi justru sebaliknya, berpikir bagaimana dapat menggunakan dan memanipulasi orang lain. Karena etos dan format kerja yang dicipta begitu rupa dengan jiwa utilitarian yang begitu menguasai dan mencengkeram seluruh cara hidup kita.
Keempat, Paradoks Ketenagakerjaan. Disatu pihak banyak yang membutuhkan tenaga kerja tetapi dilain pihak tidak ada tenaga kerja yang memadai dan tidak adanya kesempatan bekerja karena tidak adanya kemampuan untuk pekerjaan yang dibutuhkan, sehingga pengganguran semakin meningkat. Disini persoalannya adalah bagaimana mendidik dan menuntut kualitas orang bekerja untuk masuk dalam garis manusia. Fakta yang harus kita lihat dimana berjuta tenaga kerja bekerja dalam kondisi non human karena seringkali mereka sengaja tidak diberikan kesempatan agar kualitas mereka meningkat supaya mereka dapat diatur dan dimanipulasi. Itu merupakan pemikiran yang sangat pragmatis dan mengakibatkan kerugian besar karena berarti mereka tidak mampu memikirkan kesejahteraan secara totalitas.
Kelima, Paradoks Waktu. Makin kita mempunyai kemampuan teknologi yang mengefisienkan waktu namun kita bukan semakin kelebihan waktu tetapi justru kekurangan waktu dan semakin kekurangan kemampuan untuk menata waktu. Alkitab menuntut keseimbangan bekerja secara tepat.
Yang pertama, Kekristenan menuntut kita memberikan waktu untuk melayani dan mencurahkan pikiran bagi Tuhan (Ef 4:1-16).
Kedua, Tuhan memanggil kita untuk dikirim kembali ke dalam dunia, bekerja, menghasilkan buah dan menjadi contoh.
Ketiga, bagaimana kita menjadi orang yang hidup sepadan ditengah keluarga sehingga mampu melayani Tuhan, bekerja serta memberikan kesaksian yang baik ditengah keluarga (Ef 5). Ini kembali pada pengertian kita tentang apa itu kerja, bagaimana kerja yang tepat dan diseimbangkan dengan pelayanan, keluarga serta semua aspek yang lain.
Keenam, Paradoks Kesehatan. Ketika negara makin maju, ternyata penyakit juga semakin banyak. Kemajuan teknologi, perkembangan sosial masyarakat tidak menjadikan manusia bertambah sehat. Goudzwaard & de Lange menyatakan 3 problem utama yang menyebabkan terjadinya keenam hal diatas, yaitu: 1). Kemiskinan. 2). Ketenagakerjaan, 3). Environment (lingkungan). Namun saya sangat tidak setuju dengan solusi yang sangat humanis yang mereka kemukakan yaitu, "Mari kita kembali pada inti Ekonomi, man and his needs (manusia dan kebutuhannya)." Sebab Firman Tuhan mengajarkan bagaimana saya bertanggungjawab dihadapan Allah mengelola alam semesta demi kesejahteraan manusia. Kalau manusia hanya memikirkan kebutuhannya maka yang menjadi pusat adalah manusia dan itu akan merusak seluruh system karena yang terjadi adalah saling berbenturnya kebutuhan yang akhirnya menjadi titik terciptanya destruksi dan tidak adanya penyelesaian apapun.
Selanjutnya, bagaimana kita menurunkan format Kristen yang seharusnya di dalam bekerja? Kembali pada Kej 2:15 dan Ef 4:28 yang kemarin kita pelajari yaitu mari kita mulai bekerja keras memikirkan pekerjaan baik yang telah dipersiapkan Allah sebelumnya dan mengerjakannya dengan tangan kita sendiri supaya dapat menjadi berkat bagi orang lain. Dengan demikian citra kerja Kristen yaitu:
Pertama, God Centre Work (kerja yang berorientasi kepada Allah) dan bukan kepada diri, uang, kenikmatan serta sekularisme atau keduniawian. Mari kita mulai berpikir mengubah paradigma total, yang berarti mengubah dari format dasarnya menjadi: "Segala sesuatu adalah dari Allah, kepada Allah, dan untuk Allah, bagi Allah kemuliaan untuk selama-lamanya." Sehingga bagaimana bagaimana kita bekerja dan mulai studi hingga mulai menyelesaikan dan sampai masuk ke dunia kerja memikirkan pekerjaan apa yang Tuhan bebankan kepada kita itulah yang akan kita genapkan. Sekalipun mungkin beban begitu besar namun kita mempunyai kekuatan untuk menerobos dan tidak mudah patah karena itu dikerjakan bukan demi kepentingan kita sendiri.
Kedua, Orientasi kerja berada di dalam tanggung jawab dan bukan hasil. Seringkali waktu kita bekerja dan sekolah selalu orientasinya pada hasil dan akibatnya kita tidak mungkin mencapai ketenangan. Dalam Alkitab dikatakan bahwa berikanlah kepada kami makanan kami yang secukupnya hari ini, sehingga disini kita belajar bagaimana dapat bersandar, tahu mana bagian Tuhan dan bagian kita.
Ketiga, High Quality Effort (perjuangan mencapai kualitas tertinggi yang mungkin kita capai). Orang Kristen tidak pernah diajar untuk berbanding dengan orang lain, semangat kerja mengejar mutu yang tertinggi yang kita mampu perjuangkan, tidak pernah takut susah dan mau berkembang mencapai titik maksimal, itu yang harus kita munculkan. Kalau kita berhenti, kecuali itu merupakan titik maksimal maka itu berarti kita sangat tidak bertanggungjawab untuk setiap talenta yang Tuhan berikan.
Keempat, Truth Ethics (etika yang sejati). Truth ethics adalah panggilan kerja Kristen. Orang Kristen bukan hanya sekedar semangat kerja keras tetapi dalam Ef 4 dikatakan "melakukan pekerjaan baik" berarti pekerjaan itu harus mencapai kualitas etik tertentu yaitu kalau ketiga hal yaitu tujuan, motivasi dan caranya baik. Ini merupakan satu prinsip yang penting di dalam cara bekerja! Karena kalau orang Kristen bekerja namun tidak dapat menjadi garam ditengah dunia kerja, maka seperti dalam Alkitab dikatakan, kalau garam asinnya telah hilang maka tinggal dibuang dan diinjak orang.
Kelima, Altruistic Consideration (pertimbangan altruistik/ memikirkan berkat bagi orang lain). Berpikir bahwa apa yang Tuhan percayakan kepada kita juga harus disalurkan pada orang lain karena baik otak, kemampuan, kesempatan, harta dan segala sesuatu adalah dari Tuhan. Sehingga dikatakan ketika kita bekerja keras melakukan pekerjaan baik dengan tangan kita, supaya kita dapat dan dimampukan oleh Tuhan untuk memberi bagi mereka yang membutuhkan di dalam kekurangan.
Keenam, Menjadi berkat buat seluruh alam semesta. Bagaimana kita bekerja mendayagunakan dan mengembangkan seluruh budidaya dan potensi alam untuk kesejahteraan seluruh alam. Sehingga kerja Kristen merupakan kerja yang memikirkan 6 aspek yang menjadikan seluruh cara kerja dari mulai studi hingga bekerja akan diberkati sehingga kita mempunyai keunikan dalam bekerja. Mungkin tidak mudah mendobrak konsep yang bertahun-tahun saudara pegang, tetapi saya minta setiap kita mempunyai jiwa mengubah konsep tersebut, berproses satu langkah demi satu langkah maju, mengubah cara kerja, hidup pelayanan dan seluruh inti utama dari kerja dan studi kita supaya boleh kembali untuk kemuliaan Tuhan.
Saat ini kita akan membahas aspek iman Kristen dan persembahan. Kebanyakan orang menganggap persembahan sebagai iuran wajib dengan jumlah yang tidak ditentukan bagi mereka yang mengikuti Kebaktian. Padahal menurut Alkitab, tak semua orang boleh memberi persembahan. Saya akan membagi pembahasan tentang persembahan ini dalam empat kategori, yaitu: persembahan sebagai ibadah, persembahan dan korban, persembahan dan perspuluhan dan yang terakhir persembahan dan berkat.
Persembahan dan ibadah
Di sepanjang Alkitab, konsep persembahan dalam Perjanjian Baru mulai masuk pada intinya, jika dibandingkan dengan Perjanjian Lama yang tampaknya lebih menekankan pada hukum dan peraturan. Namun dengan banyak aturan, seringkali Kekristenan melupakan inti persembahan. Sedangkan dalam Perjanjian Baru tidak terdapat aturan persembahan, bahkan dalam I Korintus yang sering membicarakannya. Yang dibahas justru mengenai motivasi atau jiwa (spirit) persembahan. Inilah konsep Alkitab tentang progressive revelation (penjelasan Firman dimulai dari Perjanjian Lama yang sederhana hingga semakin jelas di Perjanjian Baru). Dalam I Korintus ditulis bahwa tanpa Perjanjian Baru sebagai starting point, essensi Perjanjian Lama tidak mungkin dapat dipahami.
Roma 11:36-12:1 seringkali dipisahkan dalam pentafsiran dan pengertiannya. Padahal dalam Surat Roma yang asli ditulis oleh Paulus tidak terdapat pemisahan pasal, ayat dan judul karena semua itu memang hanyalah tambahan dari LAI. Rm 12:1 dimulai dengan kata sambung “Karena itu, saudara-saudara.” Berarti ada penyebabnya yaitu pada kalimat sebelumnya. Sedangkan kalimat yang mengikutinya adalah akibatnya.
Dalam Roma 12:1, Paulus menekankan the spirit of worship (prinsip ibadah) yang dimulai dengan jiwa persembahan, “Demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati.” Maka setiap anak Tuhan seharusnya memiliki jiwa sacrifice sebagai korban yang hidup bagi Tuhan. Inilah dasar persembahan Kristen.
Pada umumnya, ketika memberi berbagai macam persembahan (kolekte, ucapan syukur, perpuluhan dan sebagainya), banyak motivasi muncul dalam pikiran tiap orang Kristen. Mungkin, persembahan dilakukan secara terpaksa karena perasaan sungkan atau takut dianggap sebagai jemaat yang buruk. Padahal Alkitab mengajarkan bahwa pemberian hendaknya dilakukan dengan sukacita dan kerelaan. Kemungkinan kedua, persembahan dilakukan untuk buang sial. Kadang, motivasi seperti ini justru dimanfaatkan oleh Gereja tertentu supaya jemaat merasa takut bila tidak memberikan persembahan. Dengan demikian, persembahan menjadi ‘amplop’ buat Tuhan agar tidak marah dan selalu bersikap baik. Padahal, Tuhan tidaklah miskin hingga membutuhkan sumbangan jemaatNya. Kemungkinan ketiga, persembahan dimotivasi oleh sistem pancing. Jikalau Minggu ini memberi persembahan sebesar Rp 1.000,- maka sebagai balasannya akan diperoleh berkat sebesar Rp10.000,-. Motivasi ini dapat digambarkan dengan ilustrasi ‘Umpan teri dipakai untuk memancing ikan kakap’. Semakin besar umpannya maka hasilnya juga makin banyak. Alkitab memang mengajarkan bahwa memberi persembahan merupakan suatu kesempatan. Ironisnya, kesempatan itu seringkali disalahgunakan menjadi format business. Konsep materialisme dunia semacam ini dapat mempengaruhi Gereja dan agama lainnya hingga mewarnai hampir semua orang dalam beribadah dan memberi persembahan. Tiga motivasi di atas adalah yang terbanyak dilakukan oleh orang beragama tapi harus dikoreksi. Sedangkan atheist tidak mengenal persembahan karena tidak mempercayai adanya Tuhan.
Roma 12:1 mengatakan, “Demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati.” Penyebabnya ialah “Segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia: Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya!” (Rm 11:36). Lalu apa yang menjadi motivasi persembahan, terutama yang terbesar yaitu seluruh tubuh sebagai persembahan yang hidup, kudus dan berkenan kepada Allah?
Shallom, Saya rindu sekali untuk dapat membantu setiap permohonan Doa saudara sekalian, dengan ini saya akan membuat ruang doa agar kita semua dapat saling mendoakan, kirimkan setiap permohonan doa saudara ke email :
dennyharseno@gmail.com
Dan setiap doa yang dikirimkan ke email ini akan saya munculkan (jika disetujui oleh pengirimnya) dalam ruang artikel Doa, sehingga setiap orang lain yang juga membukanya dapat ikut mendoakannya, mari kita bersama-sama saling mendukung dalam doa, karena ada kuasa yang luar biasa dibalik setiap Doa orang percaya.