-->

Profil Hamba Tuhan

Foto saya
Jakarta, Indonesia
Seorang Hamba Tuhan yang memiliki kerinduan untuk dapat memberkati banyak orang melalui Pastoral Konseling, dengan berbagai hal dan cara, salah satunya adalah melalui fasilitas dunia maya (Internet). Riwayat Pendidikan Teologi: - Sarjana Theology (S. Th) jurusan teologi, 1999. - Master of Art (M. A) jurusan Christian Ministry, 2002. - Master of theology (M. Th)Thn 2010. - Doctor of Ministry (D. Min)Thn 2009. God Bless You All.

Pendahuluan

Shallom, selamat datang di blog saya Pdt. Denny Harseno, M. A., D. Min. Saudara, saya senang sekali jika dapat memberkati saudara sekalian melalui setiap tulisan-tulisan dan artikel-artikel yang ada pada blog ini. Jika saudara ingin membaca setiap tulisan-tulisan dan artikel-artikel terdahulu yang ada pada blog ini, saudara cukup memilih label daftar isi blog atau dengan memilih pada arsip blog yang ada di samping kiri blog ini, dan silahkan mengisi buku tamu blog saya dibawahnya, agar saya dapat mengetahui siapa saja yang telah berkunjung diblog saya. Terima kasih atas perhatiannya, Tuhan Yesus Kristus memberkati.

30 Maret 2009

Iman yang sejati bagian 2

Pada paragraph diatas kita sudah membicarakan tentang Yoh 8 dimana di dalamnya terdapat satu diskusi yang sangat serius antara Tuhan Yesus dengan orang-orang Yahudi saat itu. Ketika selesai mengajar, dikatakan di ay. 30 bahwa banyak orang yang percaya kepadanya. Namun kalau kita membaca selanjutnya, ternyata timbul masalah yang begitu rumit yang berakhir dalam ay 59 dimana orang-orang tersebut mengambil batu lalu melempari Yesus. Disitu kita melihat 4 hal yang menyebabkan timbulnya permasalahan dimana mereka yang percaya kepadaNya akhirnya berbalik mau membunuh Yesus. Dan kita telah membahas dua masalah pertama, yaitu: 1). Problem kepercayaan itu sendiri (Problem of Faith). Kepercayaan kita pada satu agama tidaklah identik dengan iman kita, karena apabila ditelusur akan terkorek apa sebenarnya yang menjadi dasar kepercayaan yang akhirnya membuat kita memutuskan mau percaya kepada Yesus. Dan basis kepercayaan itu oleh Cornelius Van Til dikatakan sebagai satu sub struktur yang sebenarnya menjadi basis kepercayaan manusia yang hanya terbagi menjadi dua dasar pijak yang sangat mendasar: Pertama, orang tersebut ketika percaya akan menyerahkan diri sepenuhnya kepada Kristus karena ia tahu Tuhan itulah yang mengatur, memiliki dan memimpin hidupnya. Dan golongan itu disebut sebagai golongan yang percaya akan kedaulatan Allah atas hidupnya. Namun mayoritas manusia justru masuk dalam golongan kedua, yaitu manusia yang menegakkan otonominya sendiri. Sehingga ketika ia mau percaya kepada Kristus sebenarnya ia hanya mau memanipulasi Kristus. Hari ini banyak orang Kristen yang perlu menguji kembali imannya. Jikalau kita mengatakan percaya Yesus, benarkah kita percaya Yesus dalam arti yang sesungguhnya, bahwa Dia adalah Juru Selamat kita, yang mengatur dan berdaulat atas hidup kita dan kita adalah hambaNya yang menyerahkan diri kepadaNya. Ataukah kita hanya mau percaya sejauh yang kita mau Tuhan ikut kepada apa yang kita inginkan karena sebenarnya kita percaya pada diri sendiri. Dalam Ibr 11:1 dikatakan: “Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat.”

Kedua, problem Epistemologi (pencarian kebenaran), dimana kebenaran itu berada dan bagaimana kita bersikap benar. Pada saat itu orang-orang Yahudi merasa bahwa mereka adalah orang benar dan bukannya Tuhan yang menentukan kebenaran. Hal ini menjadi basis rasionalisme modern yang berkembang luar biasa di tengah abad modern. Sedang dari kekristenan muncul tokoh teologi natural seperti Thomas Aquinas, yang mengatakan bahwa untuk tahu tentang Allah dan realita, kita tidak perlu kembali kepada firman tetapi cukup dengan alam kita dapat menganalisa, sampai kita mengetahui adanya Tuhan. Dua arus besar ini melanda dunia dan menjadikan manusia mengembangkan satu pemikiran dimana manusia merupakan ukuran atau pusat segala sesuatu, sehingga benar atau tidak adalah bergantung pada manusia. Kalau manusia sudah berpikir bahwa ia adalah penentu kebenaran, maka ini merupakan basis kondisi yang paling mengerikan dalam dunia. Saudara dan saya bukanlah kebenaran sehingga kita tidak mungkin mengerti atau menjadi penentu kebenaran. Hal ini karena: 1). Kita semua justru menjadi pencari kebenaran 2). Orang yang dirinya kebenaran tidak pernah berbuat salah, karena semua yang dipikirkan, diputuskan dan dilakukan pasti benar, sedangkan kita semua pernah memutuskan dan mengalami salah. 3). Manusia satu dengan lainnya hanya merupakan lingkaran kecil yang saling berbeda satu sama lain maka itu menunjukkan bahwa manusia bukan kebenaran. Waktu tahu bahwa kita bukan kebenaran dan sadar bahwa kebenaran harus dicari, maka sangat fatal kalau kemudian kita menutup diri dan menganggap diri kita adalah kemutlakan kebenaran. Seringkali kita begitu sombong dan menetapkan diri kita kebenaran hingga akhirnya jatuh dan saat itu baru menyesal. Kalau itu dalam tahap beresiko kecil maka kita masih dapat mengerti namun kalau akhirnya itu mengorbankan seluruh hidup karena kebodohan kita maka betapa celakanya! Seperti orang Yahudi yang menolak Kristus dan tidak mau balik kepada kebenaran, Tuhan mengatakan, “Barangsiapa berasal dari Allah, ia mendengarkan firman Allah; itulah sebabnya kamu tidak mendengarkannya, karena kamu tidak berasal dari Allah.” Mereka pada saat itu tidak mau dan tidak dapat menerima kebenaran karena sudah dijepit di dalam satu close system yang membuat mereka hanya memandang dirinya sebagai patokan kebenaran.

Selanjutnya, kita akan membahas problem yang ketiga yaitu: Problem of Fredom (masalah kemerdekaan). Tuhan mengatakan, baliklah kepada firman karena firman itu adalah kebenaran maka kebenaran itu akan memerdekakan atau membebaskan engkau. Kalimat memerdekakan itulah yang menjadi masalah serius bagi orang Yahudi saat itu. Secara politik status mereka adalah jajahan bangsa Romawi dan saat itu mereka benci sekali karena setiap tahun harus bayar upeti pada pemunggut cukai yang akhirnya dikirimkan ke Roma. Itu fakta keadaan mereka sehari-hari. Sehingga waktu Yesus mengatakan hal itu, jawaban mereka menjadi suatu ketakutan tanpa mau lagi mendengar realitanya. Masalah ini bukanlah hanya masalah orang Yahudi dua ribu tahun yang lalu tetapi justru sejak belahan abad 20 ini menjadi masalah yang sangat serius. Sekitar tahun 1960-an kebebasan menjadi gerakan yang begitu besar melanda dunia dalam gerakan yang dinamakan Counter Culture Movement, gerakan anti kebudayaan dan semua hukum yang berlaku yang mengakibatkan munculnya gerakan Hipis dengan slogannya yang dikenal yaitu V (victory). Dan pada tahun 1985 gerakan ini menjadi gerakan yang sangat besar dan liar, dan akhirnya mereka mulai memproklamasikan gerakan ini dengan satu tanda atau perayaan yang dikenal dengan nama Woodstock Life Show. Di sebuah lapangan yang sangat besar terdapat sekitar 100 ribu anak muda yang berkumpul selama beberapa hari untuk melakukan berbagai macam kegiatan yang liar, minuman keras, obat-obat terlarang dan seks bebas, dan setiap malam mereka mendengarkan musik metal untuk menunjukkan pada dunia bahwa dirinya bebas. Dan itu dianggap sebagai satu tanda kebebasan anti aturan yang menjadi gerakan besar.

0 komentar:

Posting Komentar