Profil Hamba Tuhan
- Pdt. Denny Harseno, M. A., D. Min.
- Jakarta, Indonesia
- Seorang Hamba Tuhan yang memiliki kerinduan untuk dapat memberkati banyak orang melalui Pastoral Konseling, dengan berbagai hal dan cara, salah satunya adalah melalui fasilitas dunia maya (Internet). Riwayat Pendidikan Teologi: - Sarjana Theology (S. Th) jurusan teologi, 1999. - Master of Art (M. A) jurusan Christian Ministry, 2002. - Master of theology (M. Th)Thn 2010. - Doctor of Ministry (D. Min)Thn 2009. God Bless You All.
Pendahuluan
Shallom, selamat datang di blog saya Pdt. Denny Harseno, M. A., D. Min. Saudara, saya senang sekali jika dapat memberkati saudara sekalian melalui setiap tulisan-tulisan dan artikel-artikel yang ada pada blog ini. Jika saudara ingin membaca setiap tulisan-tulisan dan artikel-artikel terdahulu yang ada pada blog ini, saudara cukup memilih label daftar isi blog atau dengan memilih pada arsip blog yang ada di samping kiri blog ini, dan silahkan mengisi buku tamu blog saya dibawahnya, agar saya dapat mengetahui siapa saja yang telah berkunjung diblog saya. Terima kasih atas perhatiannya, Tuhan Yesus Kristus memberkati.
02 Maret 2010
Bukan Cuma Beribadah
SETELAH cukup lama terbiar kosong, di sebelah rumah saya, kini
ada penghuni baru. Tetangga baru ini, pagi-pagi sudah melakukan
ritual kepercayaannya. Mudah bagi saya untuk mengetahui
kepercayaan yang dianutnya. Mudah, karena ada aroma khas yang
tercium manakala ritual kepercayaan itu dimulai. Ritual yang dulu
saya lakukan. Tetangga saya ini sangat konsisten dalam menjalankan
kepercayaannya. Tetapi, sampai dengan saat ini dia sangat tertutup.
Tertutup dengan lingkungan sekitar. Tidak mau bergaul. Tidak
bersosialisasi. Banyak orang Kristen seperti itu. Keimanan terhadap
Yesus hanya untuk pribadi. Minim, bahkan tidak ada bukti praktik
keimanan kepada sesama dalam arti luas. Orang-orang seperti ini
bisa jadi aktif bergereja; bebas-merdeka memuji dan beribadah.
Rela memberi persembahan rupa-rupa. Giat ke sana ke mari,
berbuat ini-itu untuk kemajuan pelayanan gereja (untuk Tuhan
katanya). Namun, seperti tetangga saya, si aktif bergereja ini tidak
dikenal dan mengenal lingkungannya. Beginikah mutu sejatinya
orang yang rajin beribadah?
Menyoal ciri-ciri sebenarnya orang yang beribadah, Yesus adalah
contoh yang pas. Simak beberapa ayat berikut: Setibanya di tempat
asal-Nya, Yesus mengajar orang-orang di situ di rumah ibadat mereka. Maka
takjublah mereka dan berkata: “Dari mana diperoleh-Nya hikmat itu dan
kuasa untuk mengadakan mujizat-mujizat itu? Bukankah Ia ini anak
tukang kayu? Bukankah ibu-Nya bernama Maria dan saudara-saudara-
Nya: Yakobus, Yusuf, Simon dan Yudas? Dan bukankah saudara-saudara42
Nya perempuan semuanya ada bersama kita? Jadi dari mana diperoleh-
Nya semuanya itu?” (Mat. 13:54-56). Orang-orang yang berada di
rumah ibadah di kampung halaman Yesus, Nazaret, mengenal Yesus
dengan baik. Mereka tahu latar belakangnya, orang tuanya, dan
saudara-saudaranya. Secara implisit, ayat-ayat tersebut menjelaskan
kepada kita, bahwa Yesus dan keluarganya dikenal; mereka tidak
anti sosial; mereka bergaul dan berinteraksi dengan lingkungannya.
Di usia 30 tahunan – usia matang seorang laki-laki Yahudi dan
kebanyakan budaya timur; Yesus memulai misi-Nya. Diawali-Nya
dengan menghadiri Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR) yang
diadakan oleh Yohanes Pembaptis, bertempat di padang gurun,
daerah Yordan. Yesus tidak kuper (kurang pergaulan). Ia mengikuti
informasi dan menjalin komunikasi.
Di sela-sela jadwal pelayanan-Nya yang padat, Yesus
menyempatkan diri bertemu dengan para nelayan – strata
masyarakat rendah – beberapa di antara mereka menjadi murid-
Nya. Yesus berdialog, dan lagi-lagi menjalin komunikasi. Yesus
mulai dikenal.
Tidak tanggung-tanggung, dalam melayani sekaligus
bersosialisasi, Yesus bahkan mau didekati oleh penderita kusta –
suatu penyakit yang kala itu berkonotasi kutukan dari Allah – karena
pada waktu itu belum ada obatnya. Di jaman Musa, penderita kusta
harus tinggal jauh dari perkemahan warga. Mereka diasingkan.
Apabila dalam suatu kondisi terpaksa bertemu dengan orang sehat,
mereka harus selalu berteriak: “Najis! Najis!”. Penderita kusta,
bukan sekadar menderita fisiknya, tetapi juga psikisnya. Lahir-batin
menderita. Yesus Kristus mau didekati penderita kusta, dan bahkan
mau menjamahnya. Padahal, bagi masyarakat Yahudi waktu itu,
tindakan menjamah tersebut adalah haram hukumnya. Luar biasa,
Yesus kita ini! Maka, semakin populerlah Yesus dengan segala
perbuatan konkrit-positif yang dilakukan-Nya.
Tidak cukup dengan semua itu, Yesus juga menjumpai seorang
pemungut cukai, Lewi. Ia kemudian duduk makan bersama temanteman
seprofesi Lewi. Hal ini membuat gusar para ahli Taurat dan
orang Farisi – golongan ningrat dalam strata masyarakat Yahudi –
mereka bak kebakaran jenggot melihat sikap Yesus. Mereka protes
keras perihal tindakan Yesus tersebut. Betapa tidak, karena di jaman
itu, pemungut cukai dianggap sebagai antek Romawi, karenanya
najis untuk bergaul dengan mereka.
Yesus bertindak lebih jauh lagi. Ia khusus datang ke Gerasa,
daerah di seberang Galilea untuk bertemu dengan seorang yang
telah lama dirasuk setan. Orang ini terkucil. Tidak ada teman.
Loneliness. Ditakuti. Madesu (masa depan suram). Barangkali,
kematian adalah yang terbaik untuk orang ini. Tidak berlama-lama,
Yesus membebaskan orang ini dari semua predikat negatif tersebut.
Harapan orang ini pun timbul. Dalam konteks ini, Yesus menjadi
solusi dan memberi inspirasi.
Yesus tidak hanya menjalin hubungan dengan masyarakat kelas
bawah. Ia pun berkomunikasi dengan golongan ningrat Yahudi, para
ahli Taurat dan orang Farisi. Yesus juga duduk makan bersama
mereka. Tetapi peluang kedekatan hubungan itu tidak lantas
membuat Yesus kehilangan prinsip dan jati diri. Ia tidak menjadi
sama dengan perbuatan mereka yang penuh kemunafikan. Ia
menegur dan meluruskan segala praktik salah kehidupan agamawi
mereka.
Rekam jejak pergaulan Yesus yang luas, berakhir dengan dua
orang penjahat yang dihukum mati bersama-sama dengan-Nya.
Salah satu di antara penjahat itu beroleh kepastian keselamatan
kekal di saat-saat terakhir helaan napasnya. Luar biasa! Menjelang
ajal menjemput pun, Yesus masih mau bersosialisasi, berkomunikasi
dan mengubahkan hidup orang lain menjadi berarti.
Bukan Cuma Beribadah
Sama seperti kita, Yesus sangat rajin beribadah bahkan
melayani. Aktivitas rohaninya yang banyak tidak membuat-Nya
mengabaikan apa yang semestinya dilakukan setiap hari: menjalin
hubungan yang tulus dengan siapapun, kapanpun, dan di manapun.
Beribadah dan bersosialisasi mestinya seiring sejalan. Itulah jalan
untuk menjadi saksi Kristus yang sejati.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar