Profil Hamba Tuhan
- Pdt. Denny Harseno, M. A., D. Min.
- Jakarta, Indonesia
- Seorang Hamba Tuhan yang memiliki kerinduan untuk dapat memberkati banyak orang melalui Pastoral Konseling, dengan berbagai hal dan cara, salah satunya adalah melalui fasilitas dunia maya (Internet). Riwayat Pendidikan Teologi: - Sarjana Theology (S. Th) jurusan teologi, 1999. - Master of Art (M. A) jurusan Christian Ministry, 2002. - Master of theology (M. Th)Thn 2010. - Doctor of Ministry (D. Min)Thn 2009. God Bless You All.
Pendahuluan
Shallom, selamat datang di blog saya Pdt. Denny Harseno, M. A., D. Min. Saudara, saya senang sekali jika dapat memberkati saudara sekalian melalui setiap tulisan-tulisan dan artikel-artikel yang ada pada blog ini. Jika saudara ingin membaca setiap tulisan-tulisan dan artikel-artikel terdahulu yang ada pada blog ini, saudara cukup memilih label daftar isi blog atau dengan memilih pada arsip blog yang ada di samping kiri blog ini, dan silahkan mengisi buku tamu blog saya dibawahnya, agar saya dapat mengetahui siapa saja yang telah berkunjung diblog saya. Terima kasih atas perhatiannya, Tuhan Yesus Kristus memberkati.
20 Februari 2010
Bukan Kekuatan Kata
Nats: I Korintus 4:20
20 Sebab Kerajaan Allah bukan terdiri dari perkataan, tetapi dari kuasa.
SURAT kepada jemaat di Korintus ditulis oleh Rasul Paulus di
kota Efesus pada kira-kira tahun 57 M. Di kota Korintus berdiri
dengan megah kuil Venus (Aphrodite). Di dalam kuil tersebut
terdapat sekitar 1000 wanita yang melakukan praktik prostitusi
atas nama pemujaan terhadap dewa. Besarnya pengaruh negatif
kuil tersebut memunculkan istilah yang populer pada masa itu:
corinthianize, yang diartikan dengan: “praktik prostitusi dan pesta
pora”. Itulah sebabnya, Paulus bekerja ekstra keras di kota ini. Ia
harus melepaskan penduduk kota ini dari cara hidup mereka yang
masih memegang tradisi lama, yakni kepercayaan terhadap dewa-dewa,
praktik kemaksiatan secara bebas, pesta pora, dll. Di samping
itu, Paulus juga mesti menghadapi dua pewarta lain yang sama-sama
membawa nama Kristus sebagai subyek pewartaan. Mereka
adalah: Apolos (filsuf Yahudi dari Alexandria) dan Kefas (Petrus);
mereka mendirikan faksi-faksi umat Kristen yang terpisah dari
Paulus. Pengaruh keduanya kemudian membuat jemaat Korintus
terbagi menjadi tiga golongan: Ada golongan Paulus, Apolos dan
Petrus (I Kor. 1:12). Apolos dan Petrus merupakan pendukung
setia ajaran Yahudi – hal ini bertentangan dengan ajaran Paulus.
Paulus menekankan bahwa di dalam Kristus, semua adalah sama
dan satu di dalam Dia (I Kor. 12:13).
Dalam rangka misi pewartaan Kristus di Korintus, Rasul Paulus
tidak hanya menghadapi beberapa tantangan besar seperti tersebut
di atas. Ia juga menghadapi internal affair: tantangan dari dalam
jemaatnya sendiri. Tantangan ini jauh lebih berat.
Jemaat Korintus adalah jemaat yang didirikan oleh Paulus pada
perjalanan misinya yang kedua (Kis. 18:1-18). Oleh karena itulah
Paulus menyebut dirinya sebagai bapa rohani mereka (I Kor. 4:15).
Namun kemudian, di dalam jemaat ini, muncul beberapa orang
yang menjadi sombong (I Kor. 4:18). Dalam suratnya, Paulus
menyoroti mereka – ia ingin bertemu dengan mereka. Apa
sebenarnya yang mereka sombongkan? Orang-orang ini
menyombongkan perkataan mereka. Perkataan tentang apa? Jika
kita menelaah I Korintus 4:18-21, dapat ditarik kesimpulan, bahwa
orang-orang tersebut menyombongkan “pemahaman dan
pengetahuan” mereka tentang firman. Jemaat Korintus dikenal
sebagai jemaat yang mempunyai banyak karunia rohani (I Kor. 12).
Dalam kaitan itu, Paulus juga menulis: Sebab di dalam Dia kamu
telah menjadi kaya dalam segala hal: dalam segala macam perkataan dan
segala macam pengetahuan, sesuai dengan kesaksian tentang Kristus, yang
telah diteguhkan di antara kamu. Demikianlah kamu tidak kekurangan
dalam suatu karuniapun sementara kamu menantikan penyataan Tuhan
kita Yesus Kristus (I Kor. 1:5-7). Jadi sekali lagi, orang-orang tersebut
merasa telah ‘kaya’ dengan segala macam perkataan dan
pengetahuan tentang firman. Terhadap hal itulah, Paulus dengan
tegas mengatakan: Sebab Kerajaan Allah bukan terdiri dari perkataan,
tetapi dari kuasa. Dalam alkitab berbahasa Inggris (English Amplified
Bible = Easy English Bible), ayat tersebut ditulis: For the kingdom of
God consists of and is based on not talk but power (moral power and excellence
of soul). Perhatikan kata-kata dalam tanda kurung: moral power and
excellence of soul. Kata-kata tersebut dapat diterjemahkan dengan:
“kekuatan moral dan keunggulan jiwa”. Hal ini semakin diperjelas
lagi dengan terjemahan alkitab bahasa Indonesia sehari-hari (BIS),
yang berbunyi: Karena kalau Allah memerintah hidup seseorang, hal itu
dibuktikan oleh kekuatan hidup orang itu, bukan oleh kata-katanya.
Menjadi jelas, bahwa orang beriman, sejatinya bukan sekadar
paham betul firman Tuhan; bukan cuma fasih firman. Lebih
daripada itu, orang beriman yang asli adalah orang yang memiliki
gaya hidup bermoral tinggi; mempunyai integritas yang kuat. Kata
“integritas”, menurut Webster’s Third International Dictionary (1981),
Oxford Dictionary (1963), dan An English-Indonesian Dictionary, by John
M. Echols and Hassan Shadily (1975). Dijelaskan bahwa: Integrity
artinya wholeness, mengenai “keseluruhan”; uprightness dan honesty,
artinya “ketulusan hati” dan “kejujuran”. Dijelaskan pula, bahwa
integrity itu berarti: an uncompromising adherance to a code of moral,
artinya: dedikasi yang tak tergoyakan terhadap kode moral.
Pengikut Yesus yang merasa telah memahami banyak firman
dan menjadi sombong karenanya, bukan hanya ada di jaman Paulus
– orang Kristen model begini banyak pula terdapat di gereja Tuhan
masa kini. Sadar atau tidak (faktanya: kebanyakan mereka sadar),
orang-orang seperti itu menganggap diri sudah rohani, bahkan paling
rohani di ‘lingkungannya’. Jemaat lain di sekitar mereka yang
memperhatikan, kemudian menyebut mereka sebagai ‘orang yang
sombong rohani’. Istilah ini menjadi populer di kalangan jemaat.
Sebenarnya, istilah “sombong rohani” ini tidak tepat. Tidak tepat,
karena orang sombong tidak bisa menjadi rohani (yang sejati). Ia
mungkin bisa menjadi rohaniwan (sekadar sebagai status/
kedudukan gerejawi), tetapi tidak pernah bisa menjadi rohani yang
sesungguhnya. Sebaliknya, orang yang rohani tidak boleh ada
kesombongan – bukan tidak bisa sombong, tetapi sejatinya, orang
rohani tidak boleh sombong; ia pasti selalu berusaha merendahkan
dirinya (I Kor. 13:4). Ia tahu diri. Ia tahu Tuhan; tanpa Tuhan, ia
sadar, ia bukan apa-apa.
Kesombongan dalam bentuk apapun, itu sangat ditentang oleh
Tuhan (I Sam. 2:3; Ams. 6:16-17). Kesombongan adalah kejahatan.
Kesombongan adalah dosa. Kesombongan itu sejajar dengan dosa
perzinahan, percabulan, iri hati, dll (Mrk. 7:21-23).
Orang yang rohani tidak akan menunjukkan ‘kekuatan’ berkata-kata
dan prilaku yang didasari kesombongan; karena dengan
sendirinya, di manapun ia berada, ia akan menampilkan ‘kekuatan’
cara hidup yang menyukakan hati orang-orang di sekitarnya.
Totalitas dirinya menampakkan segala praktik hidup yang bermoral
tinggi yang didasari ketulusan hati dan kejujuran. Keberadaannya
akan selalu ditunggu. Ketiadaannya akan selalu dirindu. Alangkah
indahnya lingkungan di mana kita ada, jika mendapati diri kita dan
orang lain berkualitas hidup sedemikian itu. Jika begitu adanya,
maka bila Anak Manusia itu datang, Ia akan mendapati iman di
bumi.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar