Nats: Matius 11:6
6 Dan berbahagialah orang yang tidak menjadi kecewa dan menolak Aku.”
KECEWA, oh semua orang pernah mengalaminya, bahkan mungkin
kini sementara dialami oleh anda. Menurut www.wikipedia.org,
kecewa berarti: “tidak puas”, “tidak senang” atau “berkecil hati”.
Dari definisi ini, jelas bahwa sulit memang untuk tidak kecewa.
Makanya ada orang bilang, kecewa itu manusiawi; sah-sah saja.
Nats di atas adalah perkataan Yesus perihal kecewa. Tuhan
Yesus berkata, berbahagialah orang yang “tidak menjadi kecewa”.
Dengan kata lain, sangat bisa sebenarnya untuk tidak perlu kecewa.
Konsep kebanyakan bilang, kecewa itu sah-sah saja, tetapi Tuhan
Yesus menekankan untuk tidak menjadi kecewa; tidak mesti
kecewa; tidak harus kecewa.
Sebenarnya, ketika kita merasa kecewa terhadap siapapun dan
apapun, itu berarti kehidupan kita sangat bergantung kepada yang
mengecewakan itu. Inilah sebabnya yang membuat manusia sangat
rapuh dengan kekecewaan. Mudah kecewa, akhirnya menjadi tidak
produktif, pasif dan kehilangan inisiatif.
Apabila anda meletakkan harapan kebahagiaan, kenikamatan
dan kesenangan hidupmu kepada seseorang (isteri, suami, anak,
kerabat, teman, pendeta, dan siapapun), maka anda akan ‘menuntut’
mereka untuk wajib memberikan kebahagiaan itu. Jika mereka tidak
dapat memenuhi harapan anda itu, maka anda pun kecewa. Sampai
di sini membaca tulisan ini, mungkin anda merasa hal ini biasabiasa
saja, tetapi anda tahu, sikap dan suasana hati yang kecewa,
berarti masih ada ‘berhala’ lain dalam anda menyelenggarakan hidup
selama ini. Berhala lain itu berwujud manusia: Istri, suami, anak,
mertua, orang tua, pendeta, teman, dll. Sadarkah anda kini?
Temukan ‘berhala’ itu dan robohkanlah!
Beberapa jam sebelum disalibkan, para murid Yesus begitu
berapi-api menegaskan tekad untuk setia sampai mati di sisi Yesus.
Kenyataannya, mereka kabur menyelamatkan diri masing-masing
manakala Yesus ditangkap. Ketika Yesus disalibkan pun, tidak
semua murid datang melihat; yang ada pun berdiri jauh-jauh.
Apakah Tuhan Yesus kecewa? Tidak. Wajarkah jika Tuhan Yesus
kecewa? Sangat wajar. Namun, Tuhan Yesus tidak kecewa sama
sekali. Inilah yang membedakan kita dengan-Nya. Bukan karena
Dia Tuhan. Ingat, pada waktu Yesus hidup dan melayani di tanah
Palestina dan sekitarnya itu, naturnya adalah manusia bukan dewa.
Jadi, Dia pun bisa kecewa; kecewa dengan ulah para murid yang
pengecut itu – harusnya. Tetapi, Yesus tidak menjadi kecewa. Apa
sebabnya demikian?
Pertama, Yesus tahu, bahwa rencana Allah harus digenapi di
dalam Dia dan melalui Dia, agar umat manusia beroleh jaminan
keselamatan kekal apabila percaya kepada Allah. Ini penting bagi
kita! Penting, karena tanpa kita menyadari maksud eksistensi kita
ada di dunia ini, kita akan mudah menjadi kecewa dengan apapun,
siapapun, di manapun dan sampai kapanpun.
Anda dan saya diciptakan Tuhan dengan maksud mulia. Kita
ada di sini, hari ini, di bumi ini, dengan suatu tujuan khusus dan
mulia. Tidak ada anak haram dalam pemandangan Allah; itu
sebutan manusia yang mereduksi nilai mulia seorang manusia. Kita
semua sama dalam pemandangan Allah. Kita diciptakan menurut
gambar dan rupa Allah. Kita sama derajatnya sebagai manusia,
subyek dan obyek Allah untuk rencana-Nya. Kita hanya berbeda
dalam proses dan cara lahir, pertumbuhan, fasilitas hidup dan
kesempatan. Selebihnya, semua kita sama berharganya di hadapan
Tuhan. Jadi, menyadari betapa bernilainya anda dan saya bagi
Tuhan, maka kita tidak harus menjadi kecewa apabila apa yang
kita harapkan dari Tuhan tidak terkabulkan. Sebab, hidup yang
Tuhan anugerahkan ini sudah lebih dari cukup untuk dinikmati
dan dijalani. Kita malah bersyukur semestinya, karena Tuhan mau
memakai kita sebagai rekan sekerja-Nya; menjadi subyek bagi
keselamatan manusia yang lain.
Kedua, Yesus hidup dalam realita. Yesus realistis, bahwa para
murid-Nya sedang dalam pertumbuhan rohani yang belum matang.
Hal ini membuat Yesus tidak kecewa terhadap satu pun murid-
Nya yang meninggalkan Dia justru di saat genting. Setelah bangkit,
Yesus berinisiatif menemui para murid-Nya. Petrus khususnya, yang
menyangkal Dia, tidak lantas menjadi bulan-bulanan amarah-Nya.
Yesus malah menguatkan hati Petrus, dan memintanya untuk
menggembalan domba-domba-Nya. Yesus mengobati sendiri
kekecewaan Petrus karena menyangkal Sang Guru.
Realistislah, orang-orang di sekitarmu bukanlah manusia super.
Suamimu banyak kelemahannya. Istrimu memang selalu
menyebalkan. Anakmu selalu saja melawan. Pacar tiap waktu
menjengkelkan. Pendetamu juga mengecewakan. Mereka semua
tidak akan memberikan kebahagiaan dan kesenangan kepadamu,
karena mereka tidak sempurna, dan mereka sendiri pun sedang
mengejar kebahagiaan dan kesenangan itu. Mereka bukan sumber
kebahagiaan. Bodoh dan rugi jika menaruh harapan kebahagiaan
kepada manusia.
Doa yang belum Tuhan kabulkan pun tak semestinya membuat
kecewa. Sebab, itu hanya masalah waktu saja. Asalkan cara hidup
ini sudah sesuai dengan firman-Nya dan Tuhan melihat apa yang
diminta memang layak diberikan, maka belajarlah untuk bersabar.
Kata orang, orang sabar disayang Tuhan!
Kebahagiaan kita hanya ada dalam Tuhan saja. Kita akan
berbahagia ketika hidup menjalankan apa yang Tuhan kehendaki.
Kita akan berbahagia jika melakukan firman-Nya. Kita akan
berbahagia bila tahu bahwa di dalam hidup ini, bukan cuma kita
yang hidup, tetapi Kristus yang hidup di dalam kita. “… Namun
aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus
yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam
daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi
aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku” (Gal. 2:20).
Untuk apa kecewa?
0 komentar:
Posting Komentar