-->

Profil Hamba Tuhan

Foto saya
Jakarta, Indonesia
Seorang Hamba Tuhan yang memiliki kerinduan untuk dapat memberkati banyak orang melalui Pastoral Konseling, dengan berbagai hal dan cara, salah satunya adalah melalui fasilitas dunia maya (Internet). Riwayat Pendidikan Teologi: - Sarjana Theology (S. Th) jurusan teologi, 1999. - Master of Art (M. A) jurusan Christian Ministry, 2002. - Master of theology (M. Th)Thn 2010. - Doctor of Ministry (D. Min)Thn 2009. God Bless You All.

Pendahuluan

Shallom, selamat datang di blog saya Pdt. Denny Harseno, M. A., D. Min. Saudara, saya senang sekali jika dapat memberkati saudara sekalian melalui setiap tulisan-tulisan dan artikel-artikel yang ada pada blog ini. Jika saudara ingin membaca setiap tulisan-tulisan dan artikel-artikel terdahulu yang ada pada blog ini, saudara cukup memilih label daftar isi blog atau dengan memilih pada arsip blog yang ada di samping kiri blog ini, dan silahkan mengisi buku tamu blog saya dibawahnya, agar saya dapat mengetahui siapa saja yang telah berkunjung diblog saya. Terima kasih atas perhatiannya, Tuhan Yesus Kristus memberkati.

09 Februari 2010

Kecewa, Untuk Apa?




Nats: Matius 11:6


6 Dan berbahagialah orang yang tidak menjadi kecewa dan menolak Aku.”

KECEWA, oh semua orang pernah mengalaminya, bahkan mungkin

kini sementara dialami oleh anda. Menurut www.wikipedia.org,

kecewa berarti: “tidak puas”, “tidak senang” atau “berkecil hati”.

Dari definisi ini, jelas bahwa sulit memang untuk tidak kecewa.

Makanya ada orang bilang, kecewa itu manusiawi; sah-sah saja.

Nats di atas adalah perkataan Yesus perihal kecewa. Tuhan

Yesus berkata, berbahagialah orang yang “tidak menjadi kecewa”.

Dengan kata lain, sangat bisa sebenarnya untuk tidak perlu kecewa.

Konsep kebanyakan bilang, kecewa itu sah-sah saja, tetapi Tuhan

Yesus menekankan untuk tidak menjadi kecewa; tidak mesti

kecewa; tidak harus kecewa.

Sebenarnya, ketika kita merasa kecewa terhadap siapapun dan

apapun, itu berarti kehidupan kita sangat bergantung kepada yang

mengecewakan itu. Inilah sebabnya yang membuat manusia sangat

rapuh dengan kekecewaan. Mudah kecewa, akhirnya menjadi tidak

produktif, pasif dan kehilangan inisiatif.

Apabila anda meletakkan harapan kebahagiaan, kenikamatan

dan kesenangan hidupmu kepada seseorang (isteri, suami, anak,

kerabat, teman, pendeta, dan siapapun), maka anda akan ‘menuntut’

mereka untuk wajib memberikan kebahagiaan itu. Jika mereka tidak

dapat memenuhi harapan anda itu, maka anda pun kecewa. Sampai

di sini membaca tulisan ini, mungkin anda merasa hal ini biasabiasa

saja, tetapi anda tahu, sikap dan suasana hati yang kecewa,

berarti masih ada ‘berhala’ lain dalam anda menyelenggarakan hidup

selama ini. Berhala lain itu berwujud manusia: Istri, suami, anak,

mertua, orang tua, pendeta, teman, dll. Sadarkah anda kini?

Temukan ‘berhala’ itu dan robohkanlah!

Beberapa jam sebelum disalibkan, para murid Yesus begitu

berapi-api menegaskan tekad untuk setia sampai mati di sisi Yesus.

Kenyataannya, mereka kabur menyelamatkan diri masing-masing

manakala Yesus ditangkap. Ketika Yesus disalibkan pun, tidak

semua murid datang melihat; yang ada pun berdiri jauh-jauh.

Apakah Tuhan Yesus kecewa? Tidak. Wajarkah jika Tuhan Yesus

kecewa? Sangat wajar. Namun, Tuhan Yesus tidak kecewa sama

sekali. Inilah yang membedakan kita dengan-Nya. Bukan karena

Dia Tuhan. Ingat, pada waktu Yesus hidup dan melayani di tanah

Palestina dan sekitarnya itu, naturnya adalah manusia bukan dewa.

Jadi, Dia pun bisa kecewa; kecewa dengan ulah para murid yang

pengecut itu – harusnya. Tetapi, Yesus tidak menjadi kecewa. Apa

sebabnya demikian?

Pertama, Yesus tahu, bahwa rencana Allah harus digenapi di

dalam Dia dan melalui Dia, agar umat manusia beroleh jaminan

keselamatan kekal apabila percaya kepada Allah. Ini penting bagi

kita! Penting, karena tanpa kita menyadari maksud eksistensi kita

ada di dunia ini, kita akan mudah menjadi kecewa dengan apapun,

siapapun, di manapun dan sampai kapanpun.

Anda dan saya diciptakan Tuhan dengan maksud mulia. Kita

ada di sini, hari ini, di bumi ini, dengan suatu tujuan khusus dan

mulia. Tidak ada anak haram dalam pemandangan Allah; itu

sebutan manusia yang mereduksi nilai mulia seorang manusia. Kita

semua sama dalam pemandangan Allah. Kita diciptakan menurut

gambar dan rupa Allah. Kita sama derajatnya sebagai manusia,

subyek dan obyek Allah untuk rencana-Nya. Kita hanya berbeda

dalam proses dan cara lahir, pertumbuhan, fasilitas hidup dan

kesempatan. Selebihnya, semua kita sama berharganya di hadapan

Tuhan. Jadi, menyadari betapa bernilainya anda dan saya bagi

Tuhan, maka kita tidak harus menjadi kecewa apabila apa yang

kita harapkan dari Tuhan tidak terkabulkan. Sebab, hidup yang

Tuhan anugerahkan ini sudah lebih dari cukup untuk dinikmati

dan dijalani. Kita malah bersyukur semestinya, karena Tuhan mau

memakai kita sebagai rekan sekerja-Nya; menjadi subyek bagi

keselamatan manusia yang lain.

Kedua, Yesus hidup dalam realita. Yesus realistis, bahwa para

murid-Nya sedang dalam pertumbuhan rohani yang belum matang.

Hal ini membuat Yesus tidak kecewa terhadap satu pun murid-

Nya yang meninggalkan Dia justru di saat genting. Setelah bangkit,

Yesus berinisiatif menemui para murid-Nya. Petrus khususnya, yang

menyangkal Dia, tidak lantas menjadi bulan-bulanan amarah-Nya.

Yesus malah menguatkan hati Petrus, dan memintanya untuk

menggembalan domba-domba-Nya. Yesus mengobati sendiri

kekecewaan Petrus karena menyangkal Sang Guru.

Realistislah, orang-orang di sekitarmu bukanlah manusia super.

Suamimu banyak kelemahannya. Istrimu memang selalu

menyebalkan. Anakmu selalu saja melawan. Pacar tiap waktu

menjengkelkan. Pendetamu juga mengecewakan. Mereka semua

tidak akan memberikan kebahagiaan dan kesenangan kepadamu,

karena mereka tidak sempurna, dan mereka sendiri pun sedang

mengejar kebahagiaan dan kesenangan itu. Mereka bukan sumber

kebahagiaan. Bodoh dan rugi jika menaruh harapan kebahagiaan

kepada manusia.

Doa yang belum Tuhan kabulkan pun tak semestinya membuat

kecewa. Sebab, itu hanya masalah waktu saja. Asalkan cara hidup

ini sudah sesuai dengan firman-Nya dan Tuhan melihat apa yang

diminta memang layak diberikan, maka belajarlah untuk bersabar.

Kata orang, orang sabar disayang Tuhan!

Kebahagiaan kita hanya ada dalam Tuhan saja. Kita akan

berbahagia ketika hidup menjalankan apa yang Tuhan kehendaki.

Kita akan berbahagia jika melakukan firman-Nya. Kita akan

berbahagia bila tahu bahwa di dalam hidup ini, bukan cuma kita

yang hidup, tetapi Kristus yang hidup di dalam kita. “… Namun

aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus

yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam

daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi

aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku” (Gal. 2:20).

Untuk apa kecewa?






0 komentar:

Posting Komentar