-->

Profil Hamba Tuhan

Foto saya
Jakarta, Indonesia
Seorang Hamba Tuhan yang memiliki kerinduan untuk dapat memberkati banyak orang melalui Pastoral Konseling, dengan berbagai hal dan cara, salah satunya adalah melalui fasilitas dunia maya (Internet). Riwayat Pendidikan Teologi: - Sarjana Theology (S. Th) jurusan teologi, 1999. - Master of Art (M. A) jurusan Christian Ministry, 2002. - Master of theology (M. Th)Thn 2010. - Doctor of Ministry (D. Min)Thn 2009. God Bless You All.

Pendahuluan

Shallom, selamat datang di blog saya Pdt. Denny Harseno, M. A., D. Min. Saudara, saya senang sekali jika dapat memberkati saudara sekalian melalui setiap tulisan-tulisan dan artikel-artikel yang ada pada blog ini. Jika saudara ingin membaca setiap tulisan-tulisan dan artikel-artikel terdahulu yang ada pada blog ini, saudara cukup memilih label daftar isi blog atau dengan memilih pada arsip blog yang ada di samping kiri blog ini, dan silahkan mengisi buku tamu blog saya dibawahnya, agar saya dapat mengetahui siapa saja yang telah berkunjung diblog saya. Terima kasih atas perhatiannya, Tuhan Yesus Kristus memberkati.

03 Februari 2010

Sekolah Keheningan




Nats: Markus 1:45

Tetapi orang itu pergi memberitakan peristiwa itu dan menyebarkannya kemanamana,
sehingga Yesus tidak dapat lagi terang-terangan masuk ke dalam kota. Ia
tinggal di luar di tempat-tempat yang sepi; namun orang terus juga datang kepada-
Nya dari segala penjuru.

DI masa Yesus hidup, populasi manusia, khususnya di Palestina
dan sekitarnya, tidak sebanyak sekarang. Moda transportasi darat
hanyalah kuda dan unta. Transportasi air cuma kapal laut (dari kayu).
Jalanan umumnya berbatu. Jika bukan sesuatu peristiwa khusus,
tidak ada orang berkumpul dan berbicara riuh rendah. Tidak ada
deru kendaraan bermotor yang memekakkan telinga, karena
menggunakan knalpot racing. Tidak ada pula rumah atau pusat
keramaian yang memiliki pemutar audio-video yang menyetel lagu
sekencang-kencangnya – belum ada listrik – tidak ada pemadaman
listrik tanpa pemberitahuan seperti sekarang yang sungguh
menjengkelkan. Tidak ada grup band yang performe musik dan vocal
sekeras-kerasnya di pusat kota. Tidak ada issue besar dan
mengejutkan seperti sekarang yang membuat kontra sekelompok
orang sehingga berdemo, dan berteriak-teriak histeris. Di jaman
Yesus hidup, tidak banyak kegaduhan. Jarang kehebohan. Sedikit
riuh rendah suara. Minus ingar-bingar. Suasana hidup banyak diliputi
sepi.

Nats di atas tidak mencantumkan persisnya Yesus berada, tetapi
Alkitab Bahasa Indonesia Sehari-hari (BIS), dalam ayat yang sama
berbunyi: Tetapi orang itu pergi, dan terus-menerus menceritakan kejadian
itu di mana-mana sampai Yesus tidak dapat masuk kota dengan terangterangan.
Ia hanya tinggal
di luar kota di tempat-tempat sunyi.
Namun orang terus saja datang kepada-Nya dari mana-mana. Setelah
menyembuhkan orang yang sakit kusta, Yesus pergi ke luar kota.
Bukan sekadar di luar kota, tetapi lebih ke hulu (udik), di tempat
yang sunyi. Bayangkan, suasana dulu itu sudah sepi, Yesus masih
mencari tempat yang lebih sepi lagi. Apa yang Yesus cari?
Di tempat sepi Yesus berdoa. No sound, no voice. Just pray. Silent
only
. Yesus berkomunikasi dengan Allah. Mungkin tanpa suara.
Hanya lewat hati. Yesus meminta kekuatan dan petunjuk. Yesus
belajar dalam sepi; dalam keheningan. Sekolah Yesus adalah sekolah
keheningan. Dalam kaitan ini, menurut saya, hobi Yesus itu cuma
dua: Gemar berdoa dan menyukai tempat yang sepi.
Jauh sebelum ditemukan pola dan cara meditasi dengan segala
bentuknya, Yesus telah mempraktikkan cara hidup “belajar dalam
keheningan”. Tidak demikian dengan manusia di jaman ini. Hidup
serba ramai. Gaduh. Bising. Hiruk-pikuk. Sudah begitu, tambah
diperparah dengan lilitan kesibukan rutin. Pergi pagi, pulang malam.
Berangkat kerja masih bertemu bulan dan bintang, pulang kerja
bulan dan bintang masih menyapa – badan lelah. Loyo. Letoy. Tidur
tergesa-gesa dan terpaksa, karena wajib bangun sebelum pukul lima.
Mana sempat lagi berdoa; saat teduh tidak ada; keheningan tiada;
semenit pun Tuhan tidak diberi waktu bicara.
Weker berbunyi berisik. Terpaksa bangun sebelum pukul lima.
Persiapkan ini-itu. Setengah berlari mengejar transportasi. Rutinitas
berulang lagi. Sadar atau tidak sadar, semua itu bisa melilit sampai
mati. Padahal, Bapa yang pengasih, menunggu lama sekali untuk
kita kembali. Kembali berbicara lagi sendiri bersama-Nya.
Mendengar Dia memberi titah. Sehingga damai di hati dan bahagia
diraih, meski tidak punya banyak harta materi.
Mari berhenti sejenak. Mencari tempat yang sunyi. Tidak harus
retreat di Vila Sunyi, di puncak, Bogor. Cukup di sini. Di rumah
sendiri. Tetapi jika engkau berdoa, masuklah ke dalam kamarmu, tutuplah
pintu dan berdoalah kepada Bapamu yang ada di tempat tersembunyi. Maka
Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu (Mat.
6:6)
. Mari kita belajar memberi persembahan waktu. Sekian menit
saja cukup untuk permulaan. Nanti tingkatkan semampu mungkin
– pertahankan dan langgengkan. Itulah sekolah keheningan. Tuhan
akan mengajar kita banyak hal dalam sekolah keheningan ini.
Bahkan, … “Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah
didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia:
semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia” (I Kor.
2:9).
Dalam keheningan, kita akan menyadari, betapa kecilnya kita
di semesta raya ini – di hadapan Sang Khalik – Pencipta yang kita
panggil: Ya Abba, ya Bapa – yang daripada-Nyalah kita berharap
dan bergantung penuh. Tanpa Dia, kita bukan apa-apa.
Yesus tidak aji mumpung. Mumpung berhasil menyembuhkan
si kusta, maka masuk kota, dan menerima penghormatan manusia.
Yesus justru menyepi. Kebanyakan kita tidak begitu. Mumpung
sedang terkenal. Maka, tampil dalam kerumunan dan menerima
puja-puji. Umpamanya, sebagai hamba Tuhan top, diundang
melayani di mana-mana – dengan judul khotbah: from zero to hero
khotbah cuma berisi testimoni pribadi – bertutur nostalgi: dulu
melayani jalan kaki, naik roda dua kini; dulu masuk kampung keluar
kampung, sekarang melayani di gedung-gedung. Cenderung
sombong. Karena populer, akhirnya keblinger (sesat; keliru).
Harus diakui, kebanyakan orang akan luluh prinsip dan
idealismenya manakala harta, tahta dan popularitas datang
menggoda; tak terkecuali orang-orang yang siang-malam ada di
gereja. Kecuali, yang hidup berpegang kuat dalam kebenaran Tuhan,
dan yang tiada kompromi dengan dosa sekecil apapun. Sebuah situs
Kristen di internet menyimpulkan dalam salah satu artikelnya,
bahwa menjelang Tuhan Yesus datang kedua kali untuk menjemput
orang yang percaya kepada-Nya, akan ada jutaan orang percaya
yang akhirnya berbalik dari imannya. Dengan banyak sebab dan
alasan, mereka akan meninggalkan iman percaya kepada Tuhan,
bahkan menghujat-Nya. Banyak alasan alkitabiah dan fakta konkrit
yang dikemukakan dalam artikel tersebut. Terlepas valid dan benar tidaknya
pernyataan dari artikel itu, firman Tuhan jauh hari telah
berkata: “Karena sesaklah pintu dan sempitlah jalan yang menuju kepada
kehidupan, dan sedikit orang yang mendapatinya” (Mat. 7:14)
. Mendalami
ayat ini lebih jauh, mestinya membuat mata hati kita terbelalak
dan sadar sesadar-sadarnya, bahwa status Kristen, predikat rohani
dan prestasi apapun yang kita perbuat atas nama Tuhan, bukan
jaminan pasti masuk sorga, karena keselamatan itu harus dikerjakan
dengan serius dan sungguh-sungguh, dalam keadaan apapun – di
manapun – kapanpun. Rasul Paulus menulis: Hai saudara-saudaraku
yang kekasih, kamu senantiasa taat; karena itu tetaplah kerjakan
keselamatanmu dengan takut dan gentar, bukan saja seperti waktu aku
masih hadir, tetapi terlebih pula sekarang waktu aku tidak hadir, (Flp.2:12)
.
Sekolah keheningan Yesus tidak berjalan sekali dua kali. Yesus
konsisten akan hal itu. Di samping mencontohkan dan mengajak
para murid: Lalu Ia berkata kepada mereka: “Marilah ke tempat yang
sunyi, supaya kita sendirian, dan beristirahatlah seketika!” Sebab memang
begitu banyaknya orang yang datang dan yang pergi, sehingga makanpun
mereka tidak sempat (Mrk. 6:31)
– keheningan Yesus terjadi lagi di
Getsemani untuk terakhir kali. Sebenarnya Dia bersama para murid,
tetapi seolah seorang diri. Tiga kali berdoa, tiga kali pula Dia
mendapati mereka sedang tidur. Yesus hening berdoa. Berdoa dalam
keheningan. Murid-murid justru tidur dalam keheningan. Hening
yang menidurkan. Inilah kita. Susah sekali menyempatkan waktu
hening. Tetapi jika sempat hening malah ketiduran. Amin-nya begitu
bangun pagi.
Sekolah keheningan bersama Yesus akan membuat kita punya
waktu belajar mendengarkan suara Tuhan yang lembut sekaligus
menegur. Lembut mengasihi kita dan menegur (mengingatkan) kita
akan kesalahan yang diperbuat hari ini. Sehingga, besok hari Dia
tersenyum penuh kasih, mendapati kita menjadi pribadi yang lebih
baik dari hari kemarin. Sampai akhirnya, Dia berkata kelak (oh ini
perkataan yang paling indah): … Mari, hai kamu yang diberkati oleh
Bapa-Ku, terimalah Kerajaan yang telah disediakan bagimu sejak dunia
dijadikan (Mat. 25:34)
.


0 komentar:

Posting Komentar